Tidak perlu heran ketika aktivitas, atribut dan simbol FPI dilarang, muncul para pembela terutama dari kalangan politisi yang status politiknya sebagai oposisi dan atau orang tertentu yang sedang cari perhatian. Sudah pasti mereka akan mencari alasan-alasan untuk membela FPI dengan cara menyalahkan pemerintah. Biasalah, mereka sedang investasi suara Pemilu atau setidaknya panggung pemuas sakit hati.
Siapa pun mereka ini sejatinya hanya memanfaatkan kehancuran FPI demi kepentingan politik pribadi atau partai. Makanya alasan mereka dapat dibantah dengan mudah, bahkan menyesatkan, karena memang yang penting terdengar membela FPI saja. Mari kita lihat logika sesat mereka. Saya akan kutip pernyataan mereka dan berikan komentar di bawahnya.
“Langkah mundur dan mencederai amanat reformasi yang menjamin kebebasan berserikat.” (Anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf, ayobandung.com)
Kebebasan berpendapat memang dijamin UU. Tetapi bebas berpendapat bukan berarti bebas mencederai, mempersekusi, mencaci maki, memfitnah, mensweeping, dan main hakim sendiri seperti FPI. Kebebasan berpendapat bukan berarti bebas tidak mengikuti hukum yang berlaku.
Justru pemerintah sedang menjalankan amanat reformasi yang menjamin kebebasan berserikat sesuai UU. Amanat reformasi itu bukan kebebasan berserikat sesuai kemauan sendiri, melainkan harus tetap tunduk pada peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
“Gaya pembubaran ormas seperti ini khas Orde Baru. Presiden Gus Dur (Abdurachman Wahid) menentang betul cara-cara pembubaran ormas seperti ini.
Harusnya melalui peradilan seperti UU sebelumnya. Sebab kalau langsung oleh pemerintah, maka akan sangat subjektif dan bukan tidak mungkin semua organisasi yang berbeda dengan pemerintah akan dibubarkan.
Model itu sangat orde baru, banyak yang diubah di era reformasi. Sekarang pemerintahan mirip gayanya dengan orde baru.” (Pakar hukum tata negara Feri Amsari, tribunnews.com)
Pakar hukum ini jelas menyesatkan. Perubahan dilakukan kapan dan pembubaran dilakukan kapan. Selisih waktunya selama satu setengah tahun. Pun pemerintah punya dasar dan bukti hukum membubarkan FPI.
Zaman Soeharto jangan coba-coba. Jangankan yang seperti FPI, seperti komentar pakar hukum ini saja mungkin sudah berakhir di penjara atau kuburan. Kalau yang seperti FPI di masa Orba, sudah masuk kuburan semua mulai dari pengurus, anggota sampai simpatisan di-Petrus-kan. Bisa-bisa kepala Rizieq sudah ditemukan di Fetamburan dan anunya di kandang kambing.
Janganlah menyesatkan dan membodohi rakyat. Kalau mau bela FPI pakai otak dikit donk. Sudah FPI-nya modal fentung dan jual agama, datang pula pembelanya penyesat cara berpikir. Ampun dech!
“Upaya pelarangan atau pembubaran ormas sebetulnya bentuk gagalnya negara membina dan menjadikan ormas sebagai modal sosial yang sangat berguna bagi pembangunan bangsa. Di negara demokrasi, semua pihak punya hak untuk menyatakan pendapat dan punya kebebasan berkumpul dan berserikat. FPI punya hak untuk berkumpul dan berserikat.” (Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Detik)
Si Sera ini lucu. Masak FPI Mau dibina. Pantasnya dibinasakan. Sejatinya FPI sudah diberi pembinaan bahkan peringatan puluhan tahun. Bukan makin baik, malah makin parah serasa melampaui penguasa, merasa yang paling benar dan sok ngatur.
Sebenarnya pembubaran dan pelarangan FPI ini terlambat. Sejak dulu, ketika pimpinannya dipenjara dua kali, FPI langsung dibubarkan dan dilarang. Tapi SBY penakut, jadi tidak berani membubarkan. Jokowi sudah beri waktu satu periode lebih. Makin parah. Ya sudah dibubarkan dan dilarang.
Soal demokrasi dan kebebasan berpendapat. Yang jadi masalah FPI bukan soal berpendapat, melainkan tindakan melawan hukum berkali-kali, mendukung terorisme, menghasilkan teroris, meresahkan masyarakat dan tidak mengakui pancasila. Jangan dibawa-bawa ke soal demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Empat ratusan lebih ormas di Indonesia. FPI bukanlah salah satu yang paling keras mengkritik pemerintah, – tapi paling keras mencaci dan memfitnah – masih banyak yang lebih keras. Kenapa ormas lain itu tidak dibubarkan? Karena ormas lain menaati hukum, tidak seperti kelakuan FPI. So, gak usah dihubungkan dengan demokrasi. Pemerintah murni melaksanakan penegakan hukum di negara hukum.
“Bukan fokus selesaikan masalah utama rakyat: kemiskinan, pengangfuran dan keadilan … eh malah ribet ciptakan masalah2 baru. Pantes Nyungsep.” (Rizal Ramli, pikiran-rakyat)
Membubarkan dan melarang FPI berarti menyelesaikan 25% persoalan bangsa. Sebab FPI akan jadi perusak NKRI kalau tidak diatasi. Indonesia gaduh hanya karena pimpinannya suka chat mesum. Indonesia gaduh hanya karena buronan cabul kembali dari pelariannya. Maka Indonesia tidak akan gaduh hanya karena ormas satu ini.
Pantesan Rizal Ramli dipecat. Dia tidak bisa bekerja secara holistik sih. Masak harus selesai satu masalah bangsa dulu baru kerjakan masalah lain. Hei pak tua bangka …. Masalah bangsa itu harus bisa dikerjakan secara bersamaan agar tidak ada yang mangkrak seperti pemerintahan SBY.
Terakhir. Masih banyak alasan para pembela FPI yang saya tidak sertakan di sini. Beberapa pikiran sesat di atas sudah mewakili narasi besar FPI dan para barisan oposisi sakit hati. Semua sih menyesatkan.
Para pembaca jangan tertipu dengan segala logika sesat mereka. Pemerintah sudah mempertimbangkan dan memperhitungkan pembubaran dan pelarangan FPI dengan sangat hati-hati.