Penguasa DKI Jakarta Anies Baswedan beberapa waktu lalu sempat memamerkan wilayah RW 02 bebas banjir melalui akun instagramnya 9 Februari lalu. Dia mengunggah foto perbandingan saat tahun 2017 ketika banjir dengan sekarang.
Tampak Anies dengan wajah khasnya dalam foto itu dipeluk oleh seorang ibu bernama Rusmiati sambil tergenang banjir setinggi pinggangnya. Di unggahan yang sama tampak ada foto Anies masih bersama Rusmiati tak lagi kebanjiran.
“Kita semua patut bersyukur karena warga kawasan RW 04 dan RW 03 Cipinang Melayu bisa merasakan musim penghujan tanpa kebanjiran,” tulis Anies di akun instagramnya.
Tak dipungkiri memang, di media sosial, banyak yang membanggakan prestasi ini. Tidak ada masalah sebenarnya kalau mau bangga atau bahkan pamer. Mau pamer di iklan TV prime time slot juga tidak masalah. Yang jadi masalah adalah malunya itu kalau ternyata klaim tersebut terpatahkan tidak lama kemudian. Hmmm mau ditaruh mana tuh muka.
Diketahui bahwa kawasan RW 03 Kelurahan Cipinang Melayu, hari ini kebanjiran. Wilayah ini dibanggakan Anies karena bebas banjir 9 Februari lalu. Ketinggian air di tempat itu berkisar antara 30 sampai 70 sentimeter.
Wilayah lainnya yang juga mengalami banjir adalah RW 02 Cipinang Melayu, RW 08 Kelurahan Pulo Gebang, dan RW 06 Kelurahan Cipulir, Kecamatan Kebayoran Lama dengan ketinggian air yang bervariasi.
Bung Anies sih tak akan pernah punya rasa malu, tapi kalau saya sih bakal malu banget. Prestasi bebas banjir yang hanya bertahan sebentar saja. Ibarat menang penghargaan, dapat piala, lalu pialanya diambil kembali karena dianulir. Malu setengah mampus, apalagi sudah diumumkan sampai heboh.
Semua orang tahu, Anies belum bisa kendalikan banjir di Jakarta. Semuanya hanya berdasar wacana. Normalisasi diganti dengan konsep naturalisasi, tapi sampai sekarang masih belum ada eksekusi. Perjalanan 3,5 tahun tanpa ada gebrakan masif untuk menanggulangi banjir di Jakarta. Sungguh sia-sia waktu yang terbuang percuma karena salah pilih pemimpin.
Makanya, terlalu dini kalau Anies berani memamerkan sebuah wilayah bebas banjir. Terlalu pede. Nyatanya banjir juga.
Sebenarnya banjir ini bisa selesai, tapi Anies terlalu banyak bikin wacana dan mengolah kata sehingga tidak sempat mengolah air agar tidak menggenangi Jakarta. Salah satunya adalah normalisasi sungai. Sudah lama terhenti sejak dikerjakan gubernur sebelumnya.
Faktor lainnya adalah sistem drainase yang tidak berfungsi dengan baik. Ini dari berita tahun lalu yang mengabarkan bahwa Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebut banjir di DKI Jakarta mayoritas disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi.
Berdasarkan survei Kementerian PUPR, hanya sekitar 35 persen saja yang disebabkan oleh adanya luapan air sungai.
Nah, kalau begitu, siapa yang harus tanggung jawab? Presiden Jokowi? Kadang hal lucu terjadi ketika pendukung Anies membela Anies dengan counter sindiran kepada Jokowi yang pernah mengatakan banjir mudah diatasi kalau jadi presiden.
Pernyataan itu memang tak salah. Seorang presiden akan mudah mengatur dan memerintahkan kepala daerah di kawasan Jabodetabek untuk bekerja sama. Tapi siapa sangka, ada yang suka berseberangan dan punya aturannya tersendiri.
Buktinya, Anies sendiri beberapa kali terlihat berlawanan jalur dengan pemerintah pusat dalam hal penanganan banjir. Contohnya banjir besar awal tahun 2020 dulu. Kementerian PUPR mau lanjutkan normalisasi sungai, tapi terhalang oleh Pemprov DKI yang tidak melaksanakan tanggung jawabnya yaitu pembebasan lahan.
Seolah kayak mau membangkang. Jadinya malah tarik ulur tak jelas kapan akan selesai. Dan baru-baru saja mereka meniadakan normalisasi, dan menggantinya dengan naturalisasi sungai. Dan begitu terus muter kayak kincir.
Anies memang beberapa kali tertimpa hal memalukan. Salah satunya penghargaan yang menyandingkannya dengan Elon Musk. Pahlawan transportasi oleh TUMI yang diketahui hanyalah organisasi lokal dari Jerman. Selanjutnya adalah Jakarta bebas macet, keluar dari 10 kota termacet di dunia. Padahal tolok ukurnya agak bias. Masa pandemi, aktivitas warga dibatasi, makanya jalanan lebih lancar, hebat kan..?
Tapi bagi pendukung Anies, sedikit prestasi saja akan diblow up besar-besaran. Ada percikan api sedikit saja langsung disiram bensin segalon. Apakah saking tak ada prestasi besar, sehingga prestasi kecil yang terdengar aneh pun akan diklaim habis-habisan oleh pendukungnya?