Anies bertemu dengan Luhut beberapa hari lalu dalam rangkaian koordinasi Luhut dengan para kepala daerah untuk membahas masalah infrastruktur dan transportasi.
Anies langsung menyapa Luhut dengan gaya bahasa inggris yang menyatakan bahwa dirinya sedang dalam masalah yang sangat pelik.
“Pak Luhut, I come to you with menu of problem.” Begitulah kalimat pertama yang beliau sampaikan. Saya jawab, “No problem, Pak, we can solve it. Asal harus terintegrasi.” Karena prinsip dan banyak pengalaman problem solving yang saya lakukan, termasuk dalam kaitannya dengan program-program kerja pemerintah,” kata Luhut.
Luhut kembali menceritakan bahwasanya Anies meminta dukungan pemerintah pusat terkait tiga hal yang menjadi permasalahan utama Pemprov DKI yang hingga sekarang belum terselesaikan.
Pertama adalah terkait pengendalian banjir. Ditangan Anies, banjir di DKI bukan semakin hilang, tapi semakin betah. Kedua terkait pengembangan transportasi yang terintegrasi dan pembangunan trase-trase infrastruktur transportasi publik di Jabodetabek. Dan yang ketiga adalah pariwisata yang akan difokuskan di pengembangan kawasan Kepulauan Seribu.
Anies datang dengan sederet masalah dan dibalas telak oleh Luhut dengan jawaban, “No problem, we can solve it, asal harus terintegrasi.” tegas Luhut.
Jawaban Luhut itu membuktikan kalau Anies ini sebenarnya tidak selevel dengan Luhut. Mungkin sebagian dari kalian pernah dengar julukan untuk Luhut, yaitu Menteri segala urusan. Julukan ini bukan tanpa alasan. Luhut memang terkenal pintar melobi, mengurus dan mengatasi banyak masalah sekaligus. Presiden Jokowi sangat mempercayakan orang ini.
Sedangkan Anies sejauh ini masih tetap konsisten pintar menjual wacana, menata kata, mengerjakan kebijakan receh dan mengoleksi penghargaan serta lari paling kencang jika menerima penghargaan. Sisanya, sakit kepala melihat Anies dalam mengatasi masalah di Jakarta.
Soal banjir, tahun lalu sudah jelas Anies terkesan mau jalan sendiri, tidak mau bekerja sama dengan pemerintah. Ada buktinya. Menteri PUPR aja sampai kesal. Kok bisa-bisanya ada orang kayak Anies.
Dari tiga masalah tersebut, Luhut mengupayakan anggaran dari PEN agar dimanfaatkan bagi masyarakat lewat proyek-proyek program padat karya untuk menggerakkan roda perekonomian.
“Kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah selayaknya harus saling sinergi untuk saling membangun. Marilah kita lepaskan ego sektoral yang ada di antara kita demi suksesnya pembangunan Indonesia yang berkelanjutan,” kata Luhut mengingatkan.
Kuncinya di ego sektoral, sedangkan Ego Anies sangat tinggi, merasa paling benar dan menganggap kebijakan pihak lain salah padahal punya Anieslah yang salah. Keras kepala dan kadang sangat angkuh. Silahkan anda mencari program Anies yang berhasil, Cat genteng warna warni? Kain waring? Cat jalan? Koleksi penghargaan?
Tengok saja program rumah DP nol rupiah. Awalnya bilang rumah tapak, kan? Ini omong kosong, karena lahan sangat terbatas. Ujungnya rumah susun atau rumah lapis atau rumah vertikal. Baru terbangun 780 unit, itu pun hanya 30 persen yang terjual karena banyak yang tidak lolos persyaratan. Ditambah kerjanya lamban sekali.
Intinya Anies ingin tampil beda, biar terlihat hebat, dan berdedikasi tinggi. Anies kurang apa coba? APBD terbesar se-Indonesia, hampir 80 triliun rupiah. Dibantu oleh TGUPP yang jumlahnya mencapai 60-an orang yang kerjanya cuma datang ke kantor, ngopi, ngerumpi awal bulan terima gaji, terus rekreasi. Tapi masih curhat masalah DKI ke Luhut. Apa tidak malu tuh.
Sepertinya Anies mau lepas tangan dan melimpahkan semua masalah di DKI kepada pemerintah pusat. Gak usah jadi gubernur lah, jadi ketua RT aja, tenang aja, masih bisa korupsi kok kecil-kecilan.