Kualitas pemimpin bisa dilihat dari kebijakan dan program-progamnya. Jadi marilah kita melihat kualitas Anies Baswedan dari apa yang telah dikerjakannya. Sesuatu yang bukan hanya piagam penghargaan atau piala, tetapi sesuatu yang bisa dirasakan secara langsung oleh manusia. Bukan jin yang tak kasat mata.
Yang pertama, kebijakan menerbitkan ribuan IMB pulau reklamasi yang pernah ditolaknya. Jika Ahok memberikan syarat NJOP 15 persen untuk penerbitan IMB, namun Anies tidak. Yang untung adalah para pengembang karena tidak dibebani NJOP 15 persen tersebut.
Yang ke dua, menutup waring kali item dengan maksud mengurangi bau. Hanya orang yang bodoh yang mempercayai waring bisa menahan bau. Apa yang dilakukan tentu saja tak berfaedah, namun menguntungkan vendor yang dibeli waringnya.
Yang ke tiga, pembuatan patung getah getih yang gak sampe setahun dirobohkan. Itu pun tak berfaedah bagi keindahan Jakarta, toh gak nyampe setahun juga. Namun ada kantong seniman yang diuntungkan. Setelah itu dibongkar, lalu diganti dengan tumpukan batu yang menurut saya terlalu mahal harganya.
Yang ke empat, jalur sepeda yang memakan jalan utama dan dipisah hanya dengan cat sehingga mobil dan sepeda motor masih bebas melewati.
Yang ke lima, rumah susun DP 0 rupiah yang sepi peminat karena mahal. Gaji UMR Jakarta tidak sanggup untuk memilikinya. Padahal janji awalnya rumah tapak DP 0 rupiah bagi warga miskin. Kalau gak ada yang beli, sudah pasti berpotensi menjadi monument mangkrak. Eh proses pengadaannya pun bau korupsi juga.
Yang ke enam, pengadaan toa untuk memberitahukan banjir. Meskipun niatnya baik, tetapi tidak tepat sasaran ke masalah utamanya.
Yang ke tujuh, pembuatan monument peti mati terkait covid. Ini pun tidak akan berpengaruh untuk penanggulangan covid. Dan juga jauh dari kata indah.
Yang ke delapan, saat ini Anies sedang membuat patung sepeda. Yang menurut saya tidak ada indah-indahnya. Pengaruhnya bagi warga Jakarta pun tidak ada sama sekali. Uang yang digunakan pun cukup besar. Hampir satu miliar.
Yang ke sembilan, event balapan formula E yang sudah ngeluarin uang banyak pun saya rasa tidak bisa dirasakan oleh warga. Apalagi kini menjadi tak jelas karena pandemic, padahal uang yang dikeluarakan sudah hampir satu triliun.
Mungkin bagi pendukung Anies, hal-hal di atas diyakini sebagai prestasi, meskipun secara fakta jauh dari kata berfaedah bagi masyarakat secara nyata. Apalagi ini di masa pandemi. Jangankan secara nyata, secara psikologi dengan harapan kita bisa menikmati keindahan pun sulit diterima.
Dari fakta-fakta di atas, yang diuntungkan adalah penerima proyek pengadaannya. Baik itu pengadaan barang maupun jasa.
TGUPP yang begitu banyak sepanjang sejarah Jakarta dan digaji dari APBD sepertinya hanya berguna bagi Anies dalam memberi masukan supaya dalam mengambil keputusan tidak tersandung dengan hukum. Bukan untuk percepatan pembangunan Jakarta. Apakah itu fungsi mantan komisioner KPK ada dalam TGUPP.
Nasi sudah menjadi bubur, dan bubur telah menjadi kotoran bau. Apapun yang dilakukan oleh Anies merupakan hak dari seorang pemimpin daerah yang dipilih secara demokrasi oleh warganya. Cara terbaik adalah menunggu pilkada selanjutnya dan belajar dari sejarah supaya tidak lagi kecewa dalam memilih pemimpin.
Tak perlu memaki Anies dengan berbagai umpatan seperti guoblok dan sebagainya. Tapi sadarkanlah masyarakat dengan bertanya, apakah yang sudah dilakukan oleh Anies Baswedan selama mimpin DKI Jakarta.
Jika ada yang pamer piagam penghargaan dan lain sebagainya. Tanyakanlah apa faedahnya untuk warga? Contohnya terkait penghargaan yang diberikan pada Anies yang disandingkan oleh pemilik Tesla terkait transportrasi, bisa ditanya, soal transportrasi, apakah yang sudah dibuat oleh Anies?
Sebab Busway dibuat pada zaman bang Yos, sedangkan MRT dan LRT itu diperjuangkan oleh Ahok dan Jokowi di pemerintah pusat, Anies tinggal meresmikan.