Ditangkapnya Munarman merupakan berita yang cukup menggemparkan sekaligus menggembirakan bagi sebagian besar masyarakat. Terlebih masyarakat yang sudah muak dengan kiprah Munarman yang sering mempertontonkan kebringasan dan arogansinya pada setiap acara talk show yang menjadikan dirinya sebagai nara sumber.
Lama sudah masyarakat menunggu peristiwa ini terjadi, lantaran sudah cukup merasa gerah terhadap sikap kurang simpatik yang acap kali ditunjukkan pentolan FPI ini yang juga penggemar selangkangan.
Manusia ini seolah bebas melakukan apa saja tanpa tersentuh hukum. Dari tindak kekekerasan yang dilakukan secara verbal (non fisik), sampai kekerasan fisik dengan menyiramkan secangkir teh kewajah seorang Sosiolog UI Dr. Thamrin Amal Tomagola.
Sayangnya sosiolog itu tidak memperkarakannya, sehingga membuat Munarman makin “besar kepala,” dan terakhir adalah perbuatan contempt of court yang dilakukannya pada proses peradilan, mengancam hakim yang memimpin persidangan dalam kasus hukum MRS, dimana Munarman bertindak sebagai pembelanya.
Apakah Munarman mendapatkan sanksi? Sama sekali tidak, Munarman masih lenggang kangkung tanpa teguran dan sanksi yang seharusnya diterima.
Munarman semakin menjadi-jadi, tidak segan-segan menggertak dan melontarkan ancaman jika pertanyaan yang dilontarkan awak media tidak berkenan dengan dirinya. Sampai di acara Mata Najwa pun Munarman tidak malu untuk mempertontokan sikap megalomenianya yang kampungan.
Akhirnya, perlahan namun pasti aparat Kepolisian menyusun strategi dengan operasi senyap membidik Munarman sebagai target operasi. Munarman yang sedang mabuk dengan ke-narsisannya itu sama sekali tidak menyadari kalau dirinya berada dalam pantauan ketat pihak Kepolisian.
Pihak kepolisian tidak menginginkan gunjingan tentang penilaian masyarakat yang mengatakan bahwa “polisi tidak memiliki keberanian menindak Munarman,” dapat mengganggu konsentrasi perburuan yang akan berakibat pada hancur dan gagalanya strategi perangkap yang sudah dipasang.
Kesabaran dan ketelatenan menjadi kunci sukses kepolisian, dari proses pengumpulan bukti yang dirasa sudah memenuhi unsur delik hukum berhasil dihimpun, perburuanpun dimulai.
Gerak cepat antiteror Densus 88 berhasil mencomot Munarman di rumah kediamannya, gerakkan sporadis ini sama sekali tidak dapat diantisipasi pentolan FPI itu. Densus 88 berhasil mengamankan dan menyita sesuatu yang dapat digunakan sebagai barang bukti.
Keberhasilan dalam operasi ini tidak terlepas dari strategi jitu yang dibidani oleh Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit Prabowo, yang sekaligus membuktikan konsep formulasi “Polri Presisi” yang berorientasi pada hal yang bersifat prediktif, responsibilitas, transparansi berkeadilan, cukup efektif, dan bisa diandalkan.
Pertanyaan kemudian apakah pihak kepolisian berhenti hanya sampai pada tertangkapnya Munarman?
Apa yang dilakukan pihak kepolisian adalah manuver yang dalam sebuah teori, hal ini disebut dengan istilah operasi “puncak gunung es,” yang berarti Munarman hanyalah bagian kecil dari persoalan besar yang dihadapi bangsa ini.
Bukan sebuah analisa yang mengada-ada jika sebetulnya polisi sebagai institusi negara sudah mengantongi banyak informasi mengenai eksistensi Munarman sebagai anasir dari sebuah kekuatan yang berada dibelakang layar selama ini.
Harus diakui Munarman adalah aktor intelektual yang memiliki akses jaringan yang kuat, baik hubungannya dengan LSM lokal maupun luar negri, dan lembaga kemasyarakan yang ada di Indonesia mengingat perjalanan karirnya bersama LBH, Komnas HAM dan hubungan dirinya dengan kelompok fundamentalis Islam garis keras lokal, seperti JI, FPI, HTI, membuat Munarman menjadi sosok yang ditakuti banyak pihak, terlebih kontak Munarman yang disinyalir memiliki hubungan dengan jaringan teroris internasional, seperti Thaliban, JAD, dan ISIS.
Kiprah Munarman di FPI sama sekali tidak disadari oleh Rizieq sebagai Imam Besar, bahwa sebetulnya Munarman lah yang mengendalikan FPI. Yang tidak menutup kemungkinan pada saatnya nanti Rizieq pun akan didepak dari organisasinya sendiri bila dibutuhkan. Mengerikan bukan?
Ditangkapnya Munarman juga merupakan strategi testing the watter yang tidak terlepas dari upaya pihak kepolisian, untuk dapat mendeteksi pihak-pihak mana saja yang selama ini menjadi operator atau user yang memanfaatkan penyediaan jasa yang ditawarkan Munarman.
Kita bisa melihat individu mana dan lembaga apa saja yang selama ini menjadi operator atau user adalah mereka yang sekarang ini muncul menunjukan batang hidungnya dalam memberikan pembelaan terhadap Munarman.