Anies pernah merasakan kemenangan. Kalau kata Inces Nabati di sebuah acara makan-makan di televisi, “rasanya membuncahhh”. Memang, rasanya sangat menyenangkan, bikin kecanduan. Apalagi diduga Anies ini punya semacam dendam ke Jokowi. Sehingga Anies terus saja haus akan kemenangan. Tentunya yang terutama yang sangat dia inginkan adalah kemenangan yang bisa menyamai bahkan melebihi Jokowi.
Wajar jika publik kerap memergoki bahasa tubuh Anies yang tidak sesuai adat Timur ketika bersama dengan Presiden Jokowi. Anies mengadaptasi budaya Barat, untuk menciptakan citra bahwa secara level intelektual, dirinya sama dengan seorang Jokowi. Misalnya dengan berkacak pinggang dan nunjuk-nunjuk ke arah muka. Kalau ditanya, pasti bilangnya terbiasa dengan gaya di Amrik sana. Padahal tujuannya memang begitu, saya kira, untuk menyamakan dirinya dengan Jokowi.
Tentu saja Anies tidak akan dapat menyamai prestasi seorang Jokowi hanya dengan gesture pencitraan semacam itu. Mau menyamai loncatan Jokowi dari gubernur ke presiden pun, Anies masih ngos-ngosan. Di mana percobaan pertama di Pilpres 2019 sudah gagal total. Gagalnya juga dobel, karena ternyata Anies juga gagal bikin pasangan Prabowo-Sandi menang di Provinsi DKI Jakarta. Padahal ambisi pun juga makin membuncahhh… Saya kira Anies pun kembali lagi ke selera asal, yang pernah bikin dia menang di Pilkada Jakarta dulu, yakni memakai politik identitas. Atau kasarnya ya “jualan agama”.
Strategi ini makin tercium selama bulan puasa. Nampaknya memang makin digenjot, mumpung lagi bulan puasa. Ada 3 hal yang dilakukan Anies sebagai bagian dari strategi ini.
Adanya program Duta Imam Tarawih ini disampaikan oleh Kepala Biro Pendidikan dan Mental Spiritual Setda Provinsi DKI Jakarta, Muhammad Zen kepada awak media. Muncullah artikel di beritasatu.com bertajuk “Pertama Kali dalam Sejarah, Gubernur Anies Utus 100 Duta Imam Tarawih ke 400 Masjid”
Betul-betul dipersiapkan dengan seksama. Padahal kalau mau didebat ya, emangnya ada kekurangan imam tarawih di masjid-masjid di Jakarta? Ada defisit gitu? Biasanya di setiap masjid kan sudah ada pengurus dan yang jadi imam, yang berasal dari wilayah itu juga. Wajar kalau para netizen pun mencurigai kegiatan ini sebagai bagian dari kampanye terselubung menggunakan masjid. Apalagi kalau bukan politik identitas. Apalagi sahabat Anies, JK kan memang Ketua Dewan Masjid Indonesia. Yup, orang awam pun paham kok.
Ini yang juga khas Anies. Masih ingat dengan kesamaan berita di berbagai media soal “suara bergetar”? Anies mengulang lagi strategi yang sama. Tentu dengan konteks disesuaikan dengan bulan puasa, yakni terkait buka puasa. Coba lihat saja berita-berita di 8 media di bawah ini.
Saya yakin banyak tokoh publik yang berbuka pakai 3 butir kurma. Pak Jokowi ya pasti pernah makan kurma. Pak Ma’ruf Amin dan menteri-menteri, bahkan Fadli Zon pun juga pasti pernah buka pakai kurma. Apakah pernah diberitakan secara TSM (terstruktur, sistematis dan masif)? Kan enggak. Apakah masyarakat luas yang sedang berpuasa sekarang ini tidak makan kurma? Sehingga kegiatan makan kurma itu jadi diberitakan secara masif? Toh kurma juga bukan makanan mahal dan eksklusif. Di minimarket ada kok. Ok deh, saya yang jadi eneg nulisnya. Ntar pas buka puasa mau makan kurma, saya malah dihantui oleh bayangan Anies hehehe… You know my points lah.