Anies Baswedan dan Ahok adalah orang yang membuat ujian pada bangsa kita. Berkat majunya mereka dalam pilkada, kita dapat memahami pola pikir orang-orang di sekitar kita. Pola pikir yang menentukan garis kemajuan suatu bangsa yang memiliki sistem demokrasi.
Pilkada Jakarta 2017 adalah kunci dari tolok ukur demokrasi Indonesia karena Jakarta adalah daerah ibu kota Indonesia. Proses demokrasi Jakarta menjadi sorotan bagi seluruh provinsi di Indonesia. Menjadi tidak heran, cara-cara di pilkada Jakarta masih diadopsi untuk pilpres 2019 oleh kelompok politik yang sama.
Berkat pilkada Jakarta, kita menjadi tahu bahwa AHY sebagai trah cikeas menjadi pembuktian bahwa nama SBY tidaklah sebesar yang diperkirakan. AHY tersingkir di putaran pertama. Hal itu seperti membuktikan bahwa yang membuat SBY sukses menjadi Presiden selama dua priode bukanlah nama yang melekat dalam kinerja dan pemikiran, melainkan taktik politik dipadukan dengan timing yang tepat.
Sama seperti Anies, dengan gercep, ia mampu melihat peluang untuk menaikan posisi politik tanpa perlu masuk kader partai manapun. Pertama ia mencari panggung dengan kepiawaiannya berkata indah di konvensi capres partai Demokrat pada tahun 2014. Kepiawaian merangkai kata pun membawanya masuk dalam tim sukses Jokowi saat itu. Setelah menang, tentu saja posisi menteri adalah tangga selanjutnya di dalam panggung politiknya.
Dibantu JK. Anies yang dipecat kembali ditinggikan dan mendapatkan timing tepat dalam pilkada Jakarta tahun 2017. Tanpa bisa pamer kinerja saat 2 tahun jadi menteri pendidikan, senjata Anies tentu saja senjata lama, yaitu kepiawaiannya dalam merangkai kata.
Mari kita sedikit belajar dari rekam jejak kembali. Sebelum pilkada Jakarta 2017, Ahok sudah didemo oleh FPI pimpinan Habib Rizieq. Alasan yang digunakan tentu saja karena mereka menolak pemimpin non muslim. Setelah itu, segala jenis alasan pun dibuat untuk demo, termasuk dianggap kerap gaduh karena sering ribut dengan DPRD DKI Jakarta.
Moment tuduhan penista agama pun digunakan oleh kelompok pimpinan Habib Rizieq untuk kembali mendemo Ahok. Dan menjadi rahasia umum, para pendemo pun banyak dari simpatisan dan kader parpol oposisi seperti PKS hingga Gerindra. Bahkan anggota dewan, Bupati hingga Gubernur di luar Jakarta pun ikut meramaikan.
Lalu apakah Anies tinggal diam melihat peluang ini? Tentu saja tidak, hal tersebut dibuktikan dengan kunjungannya kepada kelompok Habib Rizieq. Bahkan dalam video yang viral, Anies membahas cara menanggulangi banjir melalui sunatulah, memasukan air ke dalam tanah.
Upaya yang dilakukan oleh Anies tidak sia-sia. Ia menang dalam pilkada Jakarta 2017. Tak cukup di pilkada Jakarta 2017. Sentimen dan isu-isu seperti yang dilakukan pada pilkada Jakarta tersebut pun seperti dipertahankan hingga pilpres 2019. Kekalahan Prabowo membuktikan bahwa Jakarta tidak bisa 100 persen dijadikan patokan.
Belajar dari kekalahan Prabowo, jika Anies ingin sukses di tingkat nasioanl, maka harus membersihkan diri dari stigma bahwa dirinya berdiri dengan kelompok-kelompok yang sama seperti Prabowo. Ketika itu ada FPI hingga mantan petinggi HTI yang menginginkan khilafah tegak dan menganggap demokrasi Pancasila sebagai thogut berada di posisi pendukung Prabowo.
Selain kinerja nyata yang minim, ditangkapnya Munarman oleh Densus 88 membuat citra Anies semakin buruk, karena secara terang benderang, Munarman adalah kelompok yang mendukung Anies di pilkada DKI Jakarta melawan Ahok di tahun 2017 lalu.
Menjadi tidak heran kalau Anies saat ini seperti berubah mendekati Islam dengan kultur-kultur yang Indonesai banget seperti menziarahi makam kyai atau tokoh Islam di bumi Nusantara. Upaya itu pun dilakukan oleh Anies belum lama ini. Sebenarnya, cara ini pun pernah dilakukan Sandiaga Uno dan meninggalkan jejak kekonyolan. Anies pun sepertinya akan mengalami hal yang sama.
Anies tidak lagi bisa mengandalkan FPI yang sudah ditetapkan sebagai anggota terlarang. Pemimpin tertinggi pun sudah masuk penjara, ditambah munarman dan anggota-anggota lain dicyduk oleh Densus 88.
Ini hanya hitungan politik. Membaca peluang dari berbagai data yang terbuka lebar dalam era seperti saat ini. Jejak digital yang sulit untuk dihilangkan. Jejak digital yang bisa dicek kebenarannya dari jejak digital lainnya.