Setelah pertemuan dengan AHY, Anies juga dikabarkan menemui Ketua Umum DPP PAN Zulkifli Hasan di kediamannya. Seperti biasa, Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan bahwa pertemuan antara Anies dan Zulhas adalah silaturahmi biasa karena bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri.
Tapi siapa sih yang percaya? Percaya sih percaya, tapi apakah pertemuan tersebut hanya itu saja. Sebagian kalangan menilai pertemuan itu memunculkan spekulasi terkait potensi kerja sama politik menuju 2024. Ini sudah bukan rahasia umum lahi.
Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Riset dan Analisis (SUDRA), Fadhli Harahab menduga kuat pertemuan antara Anies dan Zulhas sangat berkaitan dengan urusan politik menyongsong Pilpres 2024.
Sebelum bertemu Zulhas, Anies juga sudah terlihat sangat rajin safari ke beberapa deerah di Pulau Jawa beberapa waktu lalu untuk menggarap program kerja sama sekaligus (kalau kata orang sambil menyelam minum jus alpukat) mencari dukungan suara di daerah yang suaranya sangat kuat ke calon lawannya nanti.
“Di atas panggung, kita selalu dibiasakan mendengar narasi-narasi dari elit politik kita bahwa pertemuan tokoh adalah pertemuan biasa. Pertanyaannya kalau itu rajin dilakukan apa iya gak ada udang di balik batu? Apa iya Anies akan berdalih untuk urusan stok pangan, yang ditemui ini ketum partai politik lho,” kata Fadli.
Benar seperti yang saya katakan. Logikanya simpel. Pertemuan elit politik, ketua parpol, kepala daerah, apakah benar hanya sekadar basa basi bahas MotoGP atau drama Korea? Tentu tidak. Yang dijelaskan ke publik itu hanya formalitas saja, ibarat makanan pembuka saja. Padahal inti utamanya adalah pembicaraan yang tidak dijelaskan ke publik. Itu menu utamanya atau main course.
Seperti yang pernah saya katakan di tulisan sebelumnya, Anies sebenarnya sudah memberikan sinyal kepada publik bahwa dirinya sudah berniat ke sana. Tidak dapat dipungkiri dia adalah salah satu kepala daerah yang memiliki popularitas kuat untuk bersaing di Pilpres 2024.
Bukan karena prestasinya atau hebatnya dia menata kota, tapi karena exposure masif akibat pengaruh statusnya sebagai gubernur ibu kota. Gubernur ibu kota selalu dapat porsi lebih dari sorotan media. Siapa pun yang sedang menjabat sebagai gubenur DKI, pasti akan melirik kursi presiden. Peluang ini terlalu sayang untuk dilewatkan begitu saja.
Pengamat ini menyebut, Anies bahkan tak perlu lagi menyembunyikan hasrat dan ikhtiar politiknya.
“Bagi saya justru itu positif untuk meyakinkan publik, atau setidak-tidaknya, pendukung Anies. Gak ada yang aneh kalau figur tertentu mulai sosialisasi, datang mengenalkan maksud politiknya.
Siapa sih yang gak ingin naik derajat politiknya, bohong kalau dia gak kepengin. Apalagi Mas Anies itu kan selalu masuk tiga besar di papan survei. Jadi sah-sah saja beliau mulai pasang muka tembok atau gak perlu lah malu-malu lagi,” katanya.
Dia juga mengatakan kunjungan Anies ke kediaman Zulhas dan safari ke beberapa daerah karena dipicu beberapa hal. Salah satunya karena Anies sedang mencari dukungan dari partai politik, sekaligus untuk menjaga momentum agar elektabilitas dan popularitasnya tetap terjaga, dan juga pada 2022 nanti Anies sudah tak memiliki panggung politik masa jabatannya sudah habis. Selain itu, dia masih belum memiliki kendaraan politik yang pasti.
Meski dulu diusung oleh Gerindra saat Pilgub 2017 lalu, tapi untuk urusan pilpres Gerindra kemungkinan masih mendukung Prabowo untuk nyalon hattrick. Partai-partai dengan suara besar lainnya belum tentu mau melirik Anies. Partai kecil mungkin mau, tapi terhalang jumlah kursi dan ambang batas Presidential Threshold.
“Jadi saya melihat ini kesempatan anies bergerak sekaligus yang realistis dia lakukan di tengah dukungan parpol yang gak pasti,” katanya lagi.
Jadi Anies tidak perlu malu lagi menyatakan niat aslinya. Mau menyembunyikan dengan cara seelegan apa pun, publik sudah paham apa yang sedang direncanakan Anies. Mau apa pun yang dia lakukan sekarang, sudah tak akan membawa perubahan drastis bagi Jakarta. Banyak yang sudah tahu bahwasannya fokusnya sudah condong menuju ke masa depan di tahun 2024.