Dalam sidang lanjutan, tim penasihat hukum Rizieq memanggil 4 orang saksi ahli. Akan tetapi JPU tidak mau bertanya kepada mereka karena dinilai tidak kompeten atau tidak sesuai dengan masalah yang mau disidangkan.
Cerita ini bermula saat hakim ketua bernama Khadwanto memberikan kesempatan kepada jaksa untuk bertanya. “Selanjutnya untuk penuntut umum, kalau sudah ditanya jangan ditanya lagi ya biar nggak bertele-tele nggak selesai selesai nanti,” kata Khadwanto.
Jaksa kemudian mengatakan enggan bertanya kepada 4 saksi ahli karena dianggap tak kompeten. “Majelis hakim yang terhormat, ada beberapa ahli yang kami kesampingkan. Pertama, ahli Refly Harun, ahli tata negara, yang bersangkutan menyatakan ahli di bidang konstitusi sehingga mengenal perkara ini adalah hukum pidana terapan sehingga kami menyampingkan keterangan ahli,” kata jaksa.
“Baik, jadi ahli Refly Harun saudara tolak karena anda anggap tidak kompeten begitu ya karena tidak sesuai bidangnya?” tanya Khadwanto.
“Iya Majelis,” jawab jaksa.
Selain itu, jaksa menolak keterangan ahli hukum kesehatan, Lutfhi Hakim, epidemiolog Tonang. Yang ketiga adalah ahli bahasa Frans Asisi.
“Kemudian ahli bahasa Frans Asisi juga kami kesampingkan karena selalu berdasarkan pada KBBI sementara di dalam persidangan ini yang diuji adalah kata kata dan bahasa hukum, jadi kami yang ingin kesampingkan itu,” katanya.
Saya hanya kenal Refly Harun, sisanya tidak pernah dengar namanya.
Tidak salah juga sih kata jaksa. Refly Harun dikenal sebagai pakar hukum tata negara, kenapa disuruh bahas hukum pidana? Ibarat mau belajar nyanyi tapi yang diundang guru lukis. Tidak nyambung, kan?
Lagipula saat ini dia lebih dianggap sebagai Youtuber yang menggunakan sensasi agar lebih banyak view di videonya. Youtuber diundang jadi saksi ahli. Hmmm, sangat tidak cocok sekali. Makanya jaksa sangat telak menolak Refly. Atau bisa disebut Refly dilepehin dan tidak dianggap sama sekali, hehehe.
Terkhusus untuk Refly, saya sedari awal merasa dia menjadi saksi tidak akan berimbang. Kita tahu Refly sangat condong ke kubu Rizieq. Pernah jadi komisaris BUMN tapi diberhentikan. Jadi rasanya tidak salah kalau kita sebut Refly pasti akan berat sebelah dan bias.
Apa bisa orang yang kecewa karena dipecat bisa memberikan pendapat yang solid? Dan apa bisa ahli hukum tata negara disuruh bicara soal hukum pidana? Ini namanya buang waktu dan sulit untuk ketemu ujungnya kalau sudah berdebat. Makanya sudah tepat jaksa skip dan mengatakan tidak kompeten.
Dan ini juga jadi pelajaran yang sudah tidak asing lagi bahwa, banyak sekali saksi konyol dihadirkan untuk membela kubu sebelah. Lihat saja pas gugatan pilpres. Banyak saksi konyol dan bikin ketawa. Bahkan pengacara sekelas BW aja bisa berpendapat konyol.
Ini bisa diartikan sebagai tanda mereka terpojok tak bisa berbuat apa-apa, sehingga ketimbang tak berbuat apa-apa, lebih baik panggil yang ada, mana tahu bisa berhasil. Makanya jangan heran banyak saksi yang dipanggil tapi konyol. Terkesan asal panggil yang penting ada. Konyol gak konyol, itu urusan belakangan.
Kalau terus lakukan pola begini, endingnya sudah bisa ditebak. Biasanya kalah dan pembelaan tidak kuat. Ujung-ujungnya mereka protes dizalimi dan dikriminalisasi. Padahal memang jelas salah dan sudah tak bisa berkutik.
Kalau mau panggil, panggillah yang sesuai dengan keahliannya, yang sesuai dengan kasus yang dihadapi. Jangan terbalik-balik dan bikin orang bingung setengah mati. Kalau memang pasrah atau mau kalah secara sengaja, ya tidak masalah sih. Tapi kalau mau menang sidang dan lolos dari jeratan hukum, panggil yang keren. Jangan ribut masalah cinta malah panggil ahli kuliner. Gak nyambung pak.
Jurus ini mirip dengan jurus saat pilkada, yang sebetulnya sudah sangat basi saat ini. Memilih pemimpin tapi yang dijual malah terkait agama dan surga neraka. Dari awal aja sudah konyol dan tidak nyambung. Mereka ini memang sangat hobi mencocokkan sesuatu yang tidak nyambung. Ibarat makan nasi goreng campur es teler. Atau makan ayam bakar saosnya es krim rasa durian.