Cikeas itu bau, tempatnya penuh bangkai. Mungkin karena terlalu banyak proyek gila-gilaan yang menghabiskan uang rakyat, bangkai itu ternyata dikubur tidak terlalu dalam. Jadinya, kasus-kasus ini mudah dibongkar, diketahui. Setidaknya, penulis akan membahas beberapa bangkai besar yang baunya paling tercium busuk ini.
Setidaknya ada empat bangkai yang akan penulis ulas. Empat itu angka sial. Sebetulnya masih banyak. Tapi empat saja. Nanti kita cicil perlahan-lahan. Tergantung demand. Hahaha. Mari kita bongkar, MARKIBONG!
Bangkai pertama, kasus Bank Century. Pada bulan Desember 2012, Abraham Samad saat menjadi ketua KPK mengatakan kepada tim pengawas Bank Century di DPR bahwa Budi Miluani dan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Siti Fajriah bertanggung jawab karena negara rugi akibat penggelontoran dana talangan untuk bank Century.
Kemudian pada tahun 2013, KPK tetapkan Budi Mulya sebagai tersangka karena menyalahi wewenang. Dan akhirnya, Budi Mulya dituntut 17 tahun penjara akibat hal tersebut. Kasus Bank Century ini sangat najis dan sangat besar merugikan negara, sampai nilai 7 Triliun rupiah. Angka ini lebih besar dari korupsi e-KTP yang dikerjakan oleh si Om Bakpau Setya Novanto.
Pada tahun 2008, menteri keuangan Sri Mulyani pun tidak ragu-ragu melaporkan masalah Bank Century ini kepada ESBEYE, dan tidak lama kemudian, Bank Century pun berganti nama menjadi Bank Mutiara Tbk. Setelah itu, kasus mengendap… Bangkai itu mengendap cetek di bawah permukaan tanah lempung.
Bangkai kedua, proyek mangkrak Hambalang. Anggaran 2,7 triliun ini merupakan kasus mega korupsi yang membuat kas negara mengering sekitar 706 miliar. Proyek ini adalah proyek besar yang menjanjikan mimpi bagi para atlet di Indonesia.
Para atlet baik dari PON, Pelatnas, Sea Games, ASIAN Games dan lain-lain dijanjikan sebuah tempat sasana pelatihan skala nasional dengan program-program mantap dari Menpora zaman ESBEYE. Kasus korupsi Hambalang ini menyeret banyak nama. Banyak sekali. Orang-orangnya dari bintang iklan “Katakan Tidak Pada Korupsi”.
Nama-nama besar dari kubu partai berkarat itu diseret. Busuk. Bau. Menyisakan bangunan mangkrak yang rusak. Besi-besi pancang jadi karatan karena terpapar oksidasi. Tidak ditutup beton. Betonnya dimakan oleh si Kerbau. Bosnya masih berani berkoar-koar pula di Tour de Java.
Akhirnya, Jokowi hanya selangkah dua langkah ke Hambalang. Berfoto di semak-semak belukar. Untuk memperlihatkan kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi saat dia menjadi Wali Kota Solo. Mau dilanjutkan oleh Jokowi? Ogah Rusak begitu. Diamkan saja. Jadikan monumen, mengingat ketololan pemimpin terdahulu.
Bangkai ketiga, mafia migas yang ada di Petral. Petral adalah perusahaan minyak yang dulu di era Jokowi saat menjadi Wali Kota Solo, merugi beberapa miliar per harinya. Petral adalah duri dalam daging pertamina. Ini membuat Jokowi tergelitik, malah jadi gatal-gatal melihat kerugian gila-gilaan yang ditimbulkan oleh Petral.
Minyak adalah sumber utama dari transportasi dan pabrik-pabrik di Indonesia. Jangan bilang bensin itu hanya untuk transportasi. Tapi pabrik dan berbagai industri skala kecil sampai menengah butuh minum bensin untuk ini.
Petral datang dan menjadi safe haven bagi para mafia migas. Mereka secara “legal” boleh mengeruk uang negara. Lihat saja apa yang terjadi? Rusak bukan?
Di era saat Jokowi jadi Wali Kota Solo, penurunan BBM bisa terjadi dengan mantap, saat kampanye dan saat akhir jabatan periode pertama. Sisanya, miris, meringis, nangis. Akhirnya, Jokowi tidak rela uang rakyat diembat miliaran per hari.
Dan ia memutuskan untuk menutup Petral. Di sini Om Bewok mulai baper. Tapi tidak berani bicara banyak juga. Ya mau tidak mau, demi politik, Om Bewok diam-diam saja. Kebusukan ini harus segera dibongkar. Coba audit keuangan Petral saat mereka beroperasi. Masih bisa kok. KPK takut?
Akhirnya, Jokowi melalui Erick Thohir, menempatkan Ahok di Pertamina untuk mengembalikan kejayaan minyak di Indonesia.
Bangkai keempat, BUMN asuransi, Jiwasraya. Kasus ini juga tidak kalah serunya. Sebetulnya kasus ini tidak heboh-heboh banget sih, secara sudah lama dari tahun 2004. Akan tetapi, Erick Thohir dan Moeldoko mulai main-main ke sana. Mungkin Moeldoko dan Erick inilah yang sedang mencari momen untuk menghabisi orang-orang di balik sengkarut keuangan Jiwasraya, dengan cara halus.
Mereka main drama, sok dianggap melindungi mantan bos Jiwasraya dan para jajaran petingginya. Erick dan Moeldoko pun dicitrakan saat itu membela orang-orang di balik Jiwasraya. Ah bagi saya, ini bisa saja hanya drama.
Ada sedikit bawang bombay untuk munculkan air mata. Hahaha. Akhirnya, kasus ini menjadi sangat heboh saat orang-orang di bawah ketiak Cikeas mulai kepanasan dengan bau bawangnya.
Mereka mulai berkoar-koar. Orang berinisial JS yang bacotnya gede dan AA yang pernah keciduk nyabu itu, mulai koar-koar. Orang di bawah ketiak Cikeas mulai khawatir bahwa satu lagi bangkai terendus baunya.
Mereka yang terlibat dan bau ketiak Cikeas ini mulai menyalahkan Jokowi. Padahal Jokowi hanya membuka kasus Bank Century, Hambalang dan Jiwasraya di periode pertama dan kedua ia memimpin. Bank Century urusan menteri keuangan Sri Mulyani, Hambalang urusan Menpora Imam Nahrowi, Jiwasraya urusan Erick Thohir.
Yang paling gila, mereka mulai menyalahkan PSI. Makin kelihatan goblok. Jangan dikeluarin semua itu gobloknya. Cicil pelan-pelan saja.