Ada yang kenal dengan mantan anggota DPRD DKI Jakarta bernama Ashraf Ali? Saya tak kenal, dan juga tidak mau kenal dan tidak mau cari tahu. Bukan itu yang mau dibahas sih.
Baru-baru ini dia berikan pendapatnya soal Anies Baswedan.
Menurutnya, jika terpilih menjadi Presiden RI, Anies dinilai akan melanjutkan melanjutkan program-program unggulan yang telah dibuat Presiden Jokowi, terutama program-program yang bersentuhan langsung dengan rakyat kecil.
“Kalau program Jokowi yang bagus-bagus ya harus dilanjutkan. Kalau perlu disempurnakan atau ditambah,” kata Ashraf.
Dengan demikian, pembangunan yang sudah dikerjakan Jokowi selama 10 tahun tidak terputus di tengah jalan. “Kalau RI dipimpin kecuali, dikhawatirkan Indonesia bakal berantakan lagi,” katanya lagi.
Mau ketawa takut dosa dan sakit perut. Kok bisa memuja Anies sampai segitunya padahal jelas-jelas Anies adalah kebalikan dari apa yang diucapkan orang ini.
Melanjutkan program unggulan Jokowi? Saya sungguh mau ketawa nih. Sebagai perbandingan dan juga bukti nyata, kita lihat program kerja Anies sebagai gubernur DKI Jakarta. Apakah dia melanjutkan program unggulan Ahok?
Hahaha.
Ahok kerjakan normalisasi sungai hingga mencapai hampir 50 persen, sedangkan Anies cari sensasi basi dengan program naturalisasi sungai, tapi tidak jelas sampai sekarang, dan normalisasi sungai pun terhambat, progres lambat sekali seperti jalannya siput hamil anak kembar tujuh.
Ahok lanjutkan reklamasi, sedangkan Anies dengan gaya bak pahlawan menghentikannya padahal itu sangat penting.
Ahok membuka Balai Kota DKI Jakarta agar warga bisa datang ke sana dan mengadukan masalahnya. Ini sangat keren lho. Masalah cepat diselesaikan. Tapi begitu Anies menjabat, Balai Kota pun tertutup rapat. Warga mau adukan masalah, good luck aja.
Ahok melakukan relokasi di mana warga yang menempati lahan negara dipindahkan ke rusun. Tapi Anies tampil bak pahlawan yang melindungi rakyat kecil. Bahkan dia seolah ingin mengatakan kalau penggusuran harus dihentikan. Mulia sekali, kan? Mau nangis rasanya ketemu pemimpin yang sangat amanah seperti ini, hehehe.
Ahok membangun banyak rumah susun untuk merelokasi warga yang menempati lahan tidak semestinya. Mereka dipindahkan ke tempat yang lebih layak, dapat berbagai fasilitas gratis. Sedangkan Anies, kalau tidak salah, menyetop program ini. Anggaran pun tidak ada. Dan jangan salah, era Anies ada penggusuran juga lho. Silakan Googling sendiri datanya. Jadi kalau merek digusur lantas gimana? Gak tahu deh, coba tanya aja pada rumput yang berjoget Tik Tok.
Bahkan dia juga berusaha mati-matian soal rumah DP nol rupiah.
Intinya Anies berusaha tampil beda, yang penting beda tidak peduli meski kadang harus memberikan janji muluk semanis gula dan seindah surga. Seiring berjalannya waktu, terlihat kalau Anies memang tidak ada niat untuk melanjutkan program gubernur sebelumnya. Lihat saja normalisasi sungai. Sangat jelas sekali keras kepalanya Anies. Ego pribadi dijadikan ajang politisasi yang pada akhirnya merugikan rakyat Jakarta. Dia seolah tidak ingin melanjutkan program sebelumnya, mungkin khawatir nanti akan dinilai bukan gagasan aslinya. Maklum, Anies agak doyan penghargaan.
Jadi di mana logikanya Anies pantas jadi pemimpin RI dan bisa melanjutkan program unggulan Jokowi? Lawakan macam apa ini?
Ashraf juga mengaku optimistis, jika dipimpin Anies, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa cemerlang lagi. “Kuncinya ada pemilihan tim ekonomi yang mumpuni,” kata Ashraf.
Hahaha.
Lihat tuh OK OCE. Slogannya luar biasa fantastis. Dimodalin, disediakan tempat usaha, dicarikan pembeli. Hasilnya adalah lawakan yang sangat lucu mengocok perut. Katanya bisa membangkitkan ekonomi. Nyatanya gagal total tuh.
Bagi saya, memuji Anies dengan logika ngawur seperti ini adalah sebuah lelucon yang garing. Saya malah tak bisa bayangkan kalau Anies sampai memimpin RI. Sungguh tak terbayang gimana kacaunya pemerintahan nanti. Di DKI aja banyak yang tak beres. Takutnya malah banyak proyek mangkrak atau berjalan lambat dan kemudian Anies memakai kekuatan kata-kata indah agar semuanya bisa dimaklumi.
Yang ada malah terjadi pemborosan anggaran dalam skala yang jauh lebih spektakuler. Untuk sekelas Jakarta aja bisa kebobolan Lem Aibon, status Formula E yang habiskan ratusan miliar pun tak begitu jelas, TGUPP jumlah anggotanya fantastis, gaji gede dari APBD tapi kerjanya entah apa. Apa lagi?