
Sebuah LSM menerima aliran dana asing adalah hal lumrah, LSM memang kebanyakan seperti itu. Saat ini yang terjadi pada Indonesia Corruption Watch (ICW), organisasi nonpemerintah yang bisa menerima dana bantuan dari pihak manapun. Tapi, jika yang terjadi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan ICW, hal tersebut bisa mengkhawatirkan.
ICW itu LSM, mereka wajar jika dapat aliran dana. Tapi jika ICW menerima dana hibah asing melalui KPK, untuk apa KPK ada di situ. KPK kerja sama dengan ICW dan pengaliran dana itu benar-benar bisa terjadi. Hal itu memang mengkhawatirkan.
Kerja sama tersebut membahayakan, sebab netralitas kedua lembaga tersebut menjadi dipertanyakan. ICW itu sendiri benar-benar netral atau tidak? Seharusnya ICW itu netral. Jika netralitas ICW saja dipertanyakan, maka adanya aliran dana tersebut juga bisa mengaburkan posisi KPK sebagai lembaga independen. Independensi dari KPK bisa hilang jika aliran dana ini benar-benar terjadi secara sistematis.
Belum lama ini ICW menjawab tudingan sejumlah pihak bahwa ICW menerima hibah dana asing dan dana KPK, Badan Pekerja ICW memberikan bantahan dan klarifikasi. Sayangnya, dalam bantahan itu justru menjadi semacam pengakuan ICW, bahwa pihaknya menerima dana hibah dari lembaga internasional atas priviledge dari KPK.
Isi klarifikasi ICW tersebut adalah :
Pertama, dalam tuduhan terbaru disebutkan ICW menerima dana Rp 96 miliar yang diterima dari UNODC dan mengalir lewat KPK. Kami perlu sampaikan bahwa informasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak berdasar sama sekali alias palsu. Merujuk pada laporan audit keuangan ICW periode 2010-2014 dan dokumen kontrak kerjasama program penguatan KPK antara ICW dengan UNODC, selama kurun waktu 5 tahun pelaksanaan program, ICW mendapatkan dukungan dana Rp 1.474.974.795 (5 tahun program)
Kedua, dana tersebut sebagian besarnya untuk membiayai kegiatan pelatihan bagi pegawai KPK dalam penguatan kapasitas, penelitian terkait ketentuan konvensi PBB Antikorupsi (United Nation Convention Against Corruption) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia sejak 2006 dan kampanye serta advokasi penguatan kebijakan antikorupsi di Indonesia. Perlu kami jelaskan bahwa kontrak kerjasama antara UNODC dengan ICW sejak awal ditujukan untuk penguatan kelembagaan KPK, dan oleh karena itu membutuhkan persetujuan formal dari Pimpinan KPK sebagai pengambil keputusan tertinggi di KPK. Program yang didanai dari Uni Eropa ini juga telah diketahui dan disetujui untuk dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana prosedur hibah internasional yang berlaku. Kami tambahkan bahwa diluar program ICW-UNODC, ICW juga menjalin kerjasama dengan pihak donor lain, seperti USAID, Ford Foundation, atau kantor kedutaan negara sahabat yang mana persetujuan prinsipil atas program hibah maupun pelaksanaannya harus terlebih dahulu didapatkan dari perwakilan Pemerintah Indonesia.
Dari kedua poin pernyataan resmi ICW tersebut, dapat disimpulkan bahwa ICW memang benar menerima dana hibah dari UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime). Poin kedua tidak kalah menariknya, untuk mendapatkan hibah tersebut harus ada tanda tangan dan persetujuan formal dari ketua KPK.
Dari dua poin tersebut secara tak sengaja, ICW telah mengakui ada kerjasama dan priviledge dari KPK yang diberikan oleh KPK untuk mendapatkan dana hibah dari UNODC sebesar Rp Total= Rp 1.474.974.795 (5 tahun program). Pernyataan ini seklaigus membantah pernyataan ICW bahwa selama ini tidak pernah mendapatkan dana sepeser pun dari KPK. Priviledge ini merupkaan fasilitas yang diberikan oleh KPK dan lembaga donor aing kepada ICW untuk mendapatkan dana hibah. Priviledge ini merupakan fasilitas negara yang harus tetap dipertanggungjawabkan penggunannya kepada negara.
Karena ICW memperoleh aliran dana melalui fasilitas negara berupa persetujuan pimpinan KPK. Maka aliran dana tersebut merupakan aliran duit negara. Oleh karenanya, BPK dan BPKP berwenang untuk mengaudit penggunaan dana dana tersebut. Apakah ICW masih sah menjadi NGO/LSM kalau ternyata masih menggunakan fasilitas negara
ICW saat ini terbilang sangat kritis terhadap pemerintah, apakah ICW menjalankan syarat administrasi sebagai NGO penerima dana hibah. Termasuk mendaftarkan ke kesbang linmas Kemendagri? Selama ini kelompok yang berafiliasi ICW kerap mendegradasi LSM-LSM yang bekerjasama dengan lembaha pemerintah sebagai LSM pelat merah. Lantas apa status ICW?
Jika sudah terjadi seperti itu, maka wajib bagi BPK dan KPK saat ini memeriksa laporan keuangan yang telah diterima ICW. Jika terjadi pelanggaran, harus ada Langkah hukum tentunya. Atau LSM model begini yang harus dibersihkan negara. Ngaku Lembaga bersih ternyata bermain kotor juga.