Sunday, February 5, 2023
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Politik
  • Olahraga
  • Opini
  • Serba Serbi
No Result
View All Result
Kabari Kabar
  • Beranda
  • Ekonomi
  • Hukum
  • Politik
  • Olahraga
  • Opini
  • Serba Serbi
No Result
View All Result
Kabari Kabar
No Result
View All Result

Tak Ada pemberhangusan Demokrasi, Tweet sampah BEM UI Digoreng

by kk
5 July 2021
4 min read
0
Tak Ada pemberhangusan Demokrasi, Tweet sampah BEM UI Digoreng
Share on FacebookShare on Twitter

Episode Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) menghina Jokowi sebagai The King of Lip Service adalah drama komedi sesungguhnya.

Pada 26 Juni lalu, akun twetter BEM UI menurunkan serangkaian tweet yang mengecam atau bahkan menghina Jokowi. Dalam tweet itu Jokowi dituliskan The King of Lip Service, alias raja yang suka mengingkari janji. Atau raja omong doang.

Foto Jokowi diedit sehinggga ia seolah menggunakan mahkota. BEM juga menulis : Berhenti membuat, rakyat sudah mual. Menurut BEM, semua kata-kata Jokowi mengindikasikan perkataan yang dilontarkannya tidak lebih dari sekedar bentuk “lip service” semata.

RELATED STORIES

Rocky Gerung Nyatakan Anies Baswedan Tidak Diperlukan

Rocky Gerung Nyatakan Anies Baswedan Tidak Diperlukan

5 February 2023
Siasat NasDem Usung Anies Sedini Mungkin Mulai Berbuah Hasil?

Siasat NasDem Usung Anies Sedini Mungkin Mulai Berbuah Hasil?

4 February 2023

Tweetan tersebut dibuat oleh Brigade UI 2021, dengan hashtag #BergerakProgresif. Yang menyebarkannya adalah Departemen Aksi dan PRopaganda BEM UI 2021.

Dengan tiba-tiba menulis seri tweet semacam itu, jelas BEM UI sedang menarik publik dan strategi mereka berhasil. Berbagai pihak merespon tweet tersebut, media massa memberitakannya. Direktur Kemahasiswaan UI memanggil para petinggi BEM UI. Dan para aktivis pun turut bersuara.

Seperti dikutip Ade Armando, dalam tayangan di Cokro TV, Bambang Widjajanto menulis bahwa Ketua BEM UI mengingatkannya pada pusis Rendra: “Keberanian menajdi Cakrawala Pejuangan adalah Pelaksanaan dari Kata-kata.

JJ Rizal menulis dengan mengutip pernyataan Tan Malaka: Idialisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda.” Fasial Basri menulis: “Jangan gentar. Kalian pantas muak dengan keaadaan negeri.” Juga dia menulis: “BEM UI sekarang dan sebelum banyak melakukan riset ilmiah dan tidak asal ngomong.”

Dan paling hebat adalah adanya siaran pers yang berjudul “Solidaritas Terhadap Matinya Iklim Demokrasi Kampus di Ui”, di tanda tangani 44 organisasi, termasuk BEM-BEM Fakultas di UI, Green Peace, YLBHI, dan AJI.

Mereka menyatakan pemanggilan BEM UI oleh Direktorat kemahasisswaan UI adalah bentuk pemberangusan kebebasan berpendapat yang merupakan pengingkaran demokrasi.

Sayang, ini hanya sebuah sinetron Indonesia yang dibesar-besarkan dengan logika terbatas. Sebagai mahasiswa, baik sudah kritis. sementara, pemerintah yang baik adalh pemerintah yang dikontrol oleh masyaraatnya. Pemerintah butuh kritik dan kampus adalah salah satu tempat terbaik bagi lahirnya kritik-kritik tajam bagi pemerintah.

Kalau mahasiswa bisa menjadi barisan intelektual yang bersuara keras, tentu ini akan membawa manfaat besar bagi rakyat. Tapi syaratnya satu, kritiknya harus menggunakan argumen yang kuat dan data yang sahih, harus pintar.

Sayangnya, kepintaran ini tidak terlihat dari rangkaian tweet dari Brigade UI 2021 ini. Malah isi kritiknya mencerminkan keterbatasan pengetahuan sehingga terkesan bodoh.

Contohnya, di salah satu tweet dikatakan Jokowi ingkar janji karena pemerintah mengajukan rencana Revisi UU ITE. Menurut BEM, Jokowi kan agar pelaksanaan UU ITE memenuhi rasa keadilan? Kok malah memasukkan pasal-pasal represif?

Naah, BEM ini baca tidak UU ITE yang diajukan pemerintah? Kalau dibaca pasal-pasal yang hendak direvisi, terlihat jelas bahwa pemerintah beruaha mencehah agar jangan sampai pasal-pasal dalam UUITE dimanfaatkan untuk mengkriminalisasi mereka yang berani bicara bebas.

Revisi UU ITE itu justru mencegah jangan sampai hanya gara-gara orang mengecam sebuah lembaga atau kelompok orang dengan keras, seperti Jerinx yang mengecam IDI yang dianggapnya kacung WHO, atau Ahmad Dhani yang menggunakan istilah “idiot” pada para penentang gerakan ganti presiden, atau Prita yang mengkritik rumah sakit karena mendapat pelayanan keseahtan yang buruk. Itu bisa dipidanakan.

Revisi UU ITE ini juga menjadikan orang-orang seperti Gisel yang merekam adegan seksnya tanpa niat untuk menyebarluaskan kepada publik, atau Baiq Nuril yang mengirimkan audio asusila yang menterornya, tidak akan dipidanakan. Kok tiba-tiba saja BEM UI menyebutnya revisi UU ITE itu sebagai represi?

Begitu juga soal KPK, BEM menyalahkan revisi UU KPK, pemilihan Firli sebagai ketua KPK, dan TWK sebagai bentuk ingkar janji Jokowi karena dulu mengatakan ingin memperkuat KPK. BEM kok bisa ga tau ya, bahwa gagasan revisi UU KPK, pemilihan Firli adalah DPR, dan ujian TWK adalah KPK. Jokowi justru menganjurkan, agar pegawai yang tidak lulus ujian TWK itu tidak perlu diberhentikan.

Tapi permintaan Jokowi itu yang diabaikan oleh Pimpinan KPK. Begitu juga soal penangkapan dan pembubaran unjuk rasa Mei 2021, polisi Ketika itu bertindak keras karena unjuk rasa mengabaikan prokes dan para peserta menolak untuk mematuhi aturan jaga jarak dan aturan-aturan lainnya.

Jadi kecaman BEM terkesan mengarang bebas. Kalau Fasial Basri mengatakan BEM memiliki riset yang kuat, sayangnya itu tak tergambar dalam tayangan tweet mereka. Itulah bagian komedinya.

Tapi cerita belum selesai, sebagaimana dikatakan, gara-gara rangkaian tweet pander ini, BEM kemudian dipanggil oleh Direktur Kemahasiswaan UI. Inilah yang kemudian sebagai bukti pemberangusan demokrasi, tiba-tiba saja berkembang narasi dramtis bahwa sedang terjadi pembungkapam pembebasan bicara dan kebebasan akademik oleh negara.

Ini drama, karena tidak terjadi apa-apa, pemerintahnya cuek, Jokowi ga marah-marah, Kominfo todak meminta akun BEM deblock. Devisi cyber Polri tidak mentakedown tweet-tweet BEM. Ketua BEm dipanggil oleh Direktur Kemahasiswaan UI tapi Cuma diminta memberi klarifikasi, tidak ada sanksi akademi, taka da perintah untuk menurunkan tweet.

“Jadi dimana letak pembrangusannya? Kalau ada yang mengritik tweet BEM UI ya kami-kami ini, masyarakat sipil juga. Kalau para fans Jokowi rewel kok dianggap sebagai tidak menghargai kebebasan berekspresi?” ujar Ade Armando.

© 2021 Kabari Kabar

No Result
View All Result
  • Home
    • Home – Layout 1
    • Home – Layout 2
    • Home – Layout 3
  • Landing Page
  • Buy JNews
  • Support Forum
  • Pre-sale Question
  • Contact Us