Sebelumnya, BEM UI diprotes BEM Se-Jabodetabek, mereka marah, BEM UI kritik tidak melihat kondisi sedang krisis akibat dampak dari Covid-19, dan mereka menolak kritikan tersebut mengatasnamakan mahasiswa. Meski HMI MPO juga mendukung langkah BEM UI, tentunya sama-sama didukung kadrun dan kepentingan politis, tapi bukan berarti BEM Universitas San Pedro Kupang NTT tidak protes atas kelakuan BEM UI.
Frengki Harim Ronaldo Ottu, Wakil Presiden Mahasiswa, Universitas San Pedro Kupang, menyampaikan Presiden Jokowi bukan orang yang hanya pandai menata kata. “Saya sebagai anak luar Pulau Jawa tepatnya berada di selatan Indonesia sangat senang dengan perkataan Presiden Joko Widodo yang mengatakan pembangunan hari ini tidak lagi Jawa sentris tapi sudah Indonesia sentris. Dan kami melihat Jokowi tidak hanya lips service, tapi membuktikan kata-katanya dengan pembangunan nyata,” tegas Frengki.
“Kami sebagai anak miskin di NTT sangat merasakan KIP di masa Jokowi. Kami sebagai masyarakat petani di mana NTT yang selama ini merasakan kekeringan dan disebut ‘sumber air sudah dekat’, pada masa pemerintahan Jokowi telah dibangun tujuh bendungan, dan semua akan rampung tahun 2024. Ini adalah pembuktian dari kata-kata Presiden Jokowi,” lanjut Frengki, Kamis (1/7/2021).
Memang, apa yang dilakukan BEM UI itu tidak bisa dikatakan kritikan murni, apalagi dipadukan dengan ditambahnya embel-embel gambar di foto Jokowi, ini adalah penghinaan. Terlihat jelas bahwa kritikan tersebut telah disusupi oleh kepentingan politis.
Kritikan ini angat subjektif, tak cukup data. fakta-fakta belum memadai, jika Jokowi adalah raja membual, belum membawa kesimpulan. Mengkritik itu sah-sah saja, tapi kalau berkomentar di ruang publis harus berdasarkan data studi akademi, dan ini tidak didukung itu, bukan hanya melakukan simbol-simbol yang terlihat malah jadi menghina.
Apa yang dilakukan BEM UI tentu banyak kepentingan yang politis yang bertepuk tangan. Apalagi sebagai Ketua BEM UI, Leon pernah dispesialkan oleh Demokrat. Di medsos Leon, Leon pernah berkunjung ke istana bertemu alm Bu Ani, bertemua juga dengan kubu Novel, Gatot, dan lainnya. BEM UI memang tidak bertindak sendiri, mereka bekerja dengan arahan para mentor mereka, karena itu tidak bisa mengajak publik untuk berdiskusi secara ilmiah. Ini bagian dari propaganda melawan Jokowi.
Demokrat dan PKS adalah partai yang bersorak. Menunggangi dan memanfaatkannya. Bahkan Demokrat sampai usul hak interpelasi untuk tanya pemerintah soal peretasan akun BEM UI. Demokrat jangan mimpi ada interpelasi karena usulan paling ngawur tidak akan terpikirkan untuk interpelasi, karena interpelasi diambil untuk sebuah kebijakan yang dampaknya luas bagi masyrakat . Ini adalah contoh yang ketinggian, Demokrat usul DPR interpelasi presiden soal BEM UI.
“Anggota DPR mungkin bisa memanfaatkan hak interpelasi untuk menanyakan masalah ini pada pemerintah. Apakah peretasan itu dilakukan oleh lembaga negara? Apakah ada alat-alat yang dibeli dengan pajak rakyat digunakan untuk praktik represif demikian?” ujar Politikus Senior Demokrat, Rachland Nashidik, Senin (28/6/2021).
itu peretasan belum tentu ulah pemerintah, ada strategi licik untuk membenturkan pemerintah dengan mahasiswa, polanya mirip di masa lalu, googling soal peretasan. kalau pun terjadi kenapa tidak lapor polisi, bukan menambah drama, malah koar-koar, keliahatan provokasi.
Koar-koar Demokrat juga meminta para pembantu presiden, baik di kabinet, kementerian, maupun pejabat-pejabat di instansi pemerintahan lainnya, untuk mendukung statement Presiden Joko Widodo bahwa beliau bukanlah ‘king of lips service’ seperti yang disampaikan oleh BEM UI. Di satu sisi, Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan kalau kritik itu boleh-boleh saja karena kita negara demokrasi. Di sisi yang lain, BEM UI tentu juga memiliki pandangan dan analisa tersendiri mengapa mereka berpandangan seperti itu terhadap Presiden.
Demokrat mau giring opini, agar rakyat berpikir, pemerintah disalahkan dan sengaja memprovokasi, berharap pemerintah dan universitas bereaksi, barulah para tokoh politik ini beraksi. Partai ini memang terus menggoreng dan mengipas, menjadi dalang BEM UI dan HMI MPO. Agar hasilnya dapat dipetik untuk mendongkrat partai berlogo mercy ini di 2024.
Tapi Papo lupa, kalau masyarakat jauh lebih pintar dari Agus. Menjadi dalang pun ternyata tidak dapat menyelematkan partainya nanti. Demokrat semakin terpojok, di masa kepresidenan Jokowi, bapaknya Agus ini kian tenggelam dan tidak mampu mengangkat Partai Demokrat kembali menjadi pemenang pemilu, bahkan masuk 3 besar pun tidak.
Kemerosotan bapaknya Agus dalam upaya mengangkat Partai Demokrat sebenarnya sudah terlihat dari Pilkada Jakarta 2017. Dia mencoba peruntungan dengan memunculkan poros ketiga, yaitu mencalonkan anaknya, Agus, sebagai kontestan pemilihan Gubernur DKI Jakarta, ternyata gagal.
Ditambah ciri khas bapaknya Agus sebagai politik jalan tengah ini, juga banyak gagalnya. Perolehan suara Demokrat pada Pemilu 2019 saja amblas dan elektabilitas Agus pun untuk bertarung di Pilpres 2024 semakin kandas.