SBY menjadi Presiden RI selama 10 tahun, mulai dari 2004 hingga 2014. Sayangnya, masih banyak hal yang tidak bisa dibanggakan dari pemerintahannya. Kelompok radikal tumbuh subur, berakar di ruang birokrasi, kementerian instansi negara, pemerintah pusat dan daerah. Belum lagi koruptor berkembang biak, leluasa korupsi di sana sini dengan rasa aman.
Terbayangkan bukan, bagaimana resahnya kaum radikal dan para politisi yang tidak pernah kenyang menyantap uang rakyat? Dengan kehadiran Jokowi apa yang terjadi, pembangkangan dilakukan, awal dengan diam-diam. Kini sudah mulai nyata dan berterus terang.
Di luar pemerintahan, tentunya pembangkangan dilakuakn dengan cara demo yang dipimpin ormas garis keras seperti FPI dan HTI. Sementara di dalam pemerintahan dengan cara menghambat realisasi kebijakan pemerintah, sampai mempersulit implementasi kebijakan yang mudah.
Era partai berlogo mercy berkuasa membiarkan mereka bebas, bayangkan saja, HTI dapat melakukan acara akbat d Gelora Bung Karno. Pemerintah tak melakukan apapun, mereka tambah jumawa. Mengerikan, mereka ingin menghapus Pancasila. Merajalelanya kaum radikal, itu salah satu kesalahan fatal dan sekaligus kegagalan pemerintahan SBY.
Negara sedang dalam bahaya besar ketika Jokowi datang menggantikan pemerintahan yang sotoy itu. Negeri ini beruntung ketika Jokowi — yang notabene bukan jenderal — punya nyali dan kemauan serius untuk memberantas musuh-musuh NKRI yang berlindung di balik jubah agama itu.
Belum lagi puluhan proyek mangkrak di era SBY dengan biaya yang sudah dikeluaran triliunan. Salah satu yang bisa menajdi icon Demokrat adalah Megaproyek Hambalang. Proyek ini sempat menjadi bancakan korupsi di tubuh Demokrat.
Proyek ini dicanangkan saat masa pemerintahan SBY dan menyedot anggaran sebesar Rp2,5 triliun. Hanya saja, belum rampung proyek tersebut, KPK keburu mengendus praktik korupsi dalam pembangunannya. Selanjutnya, sejumlah kader Partai Demokrat menjadi tersangka dalam kasus korupsi ini, mereka adalah eks Menpora era Presiden SBY Andi Mallarangeng, eks Direktur Operasional PT Adhi Karya Tbk Teuku Bagus Mukhamad Noor, hingga eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Adapun kerugian negara akibat proyek Hambalang ini mencapai Rp706 miliar dan hingga saat ini bangunan yang ada di area proyek tersebut mangkrak tak dipergunakan untuk apapun.
Era Jokowi, adalah era yang berat karena selain melakukan pembangunan, melunasi hutang dari era SBY, juga membersihkan sampah-sampah yang memiliki paham radikalisme. Pemerintahan Soeharto yang sekalipun otoriter dinilai telah berbuat maksimal dan serius dalam menjaga NKRI yang segaris dengan cita-cita dan perjuangan para pahlawan dan pendiri bangsa (founding fathers). Ketika itu, oknum atau kelompok yang ingin merusak bangsa ini dengan cara mengubah dasar ideologi Pancasila dengan agama, akan dibabat habis tanpa ampun. Namun apa yang terjadi di era SBY — yang datang enam tahun pasca-Soeharto? Dibiarkan berkemabng biak.
Sudah lama lengser dan meninggalkan banyak noda, tapi SBY berambisi kuasai negara dan mencicipi nikmatnya istana. Agus diusung, meski minim pengalaman dan informasi, anak bau kencur ini tetap didorong maju. Gagal di Pilkada 2017, kini menjadi Ketum Demokrat, bermimpi jadi presiden.
Melihat elektabilitas partai semakin menciut, jiwa pepo tetap menggelora, berbagai cara dilakukan, semua pasukan dikerahkan, gonjang ganjing dan terus goyang pemerintahan. Tak melihat semua terfokus pada pandemi Covid-19, Demokrat malah menjadikan kesempatan untuk “menyerang” pemerintah. Salah stau ide konyol dan gila adalah Gedung DPR dijadikan Rumah Sakit Darurat Covid-19. Seakan taka da lokasi lain dan terlihat Demokrat ingin menyulut kuasai gedung itu. Pola lengser Soeharto mau ditiru.
Rakyat tak bodoh, sudah tau siapa SBY dan bagaimana Demokrat. Sekarang menyodorkan Agus yang tampan dan berbadan tegap, tapi minim segalanya. Tak akan mempan, karena rakyat sudah tertipu dengan gaya bapaknya. Semakin menggiring opini jelek terhadap pemerintah Jokowi dan bukannya membantu dalam mengatasi pandemi, semakin berpolitik busuk, maka masyarakat semakitn tak simpati, Demokrat pun sekarat.