18 tahun telah berlalu, pasca dualisme kepemimpinan antara kubu Agus dan Moeldoko, megaproyek Hambalang yang terletak di Desa Karang Pawitan dan Cariuk Bogor ini sepertinya masih cukup hangat untuk diperdebatkan.
Proyek yang awalnya dianggarkan sebesar Rp125 miliar, kemudian membengkak Rp2,5 triliun ini menjadi bancakan kader Demokrat yang sedang berkuasa saat itu. total kerugian negara di proyek Hambalang mencapai Rp 706 miliar, berdasarkan hasil audit investigasi BPK pada periode 2012 – 2013.
Saat pertama kali dicanangkan peponya Agus selaku presiden saat itu, proyek yang berlokasi di Bogor Jawa Barat tersebut digadang-gadang bakal menjadi salah satu pusat pelatihan olahraga terbesar nasional, yang bertaraf internasional.
Nyatanya, ketika slogan berbunyi katakan tidak pada korupsi, Megaproyek Hambalang menjawab iya. Proyek ini menyimpan sejumlah masalah karena pembangunannya syarat akan korupsi, banyak kader demokrat terlibat korupsi.
Kasus korupsi di proyek itu menjadi ironi terbesar Partai Demokrat, karena melibatkan eks Menpora era Presiden SBY Andi Mallarangeng, eks Direktur Operasional Adhi Karya Teuku Bagus Mukhamad Noor, dan eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Angelina Sondakh, dan lainnya. Semua tersangka menjalani proses hukum tahunan di penjara, sayangnya ada orang-orang yang belum tersentuh hukum dari perkara korupsi yang menjerat sejumlah politikus Demokrat satu dekasde lalu itu.
Menurut salah satu pendiri partai berlambang mercy, Max Sopacua, Edhi Baskoro Yudhoyono (Ibas) pernah disebut oleh para saksi kasus kasus Hambalang, tapi sampai saat ini belum tersentuh hukum. “Mas Ibas sendiri belum, enggak (tersentuh), disebutkan saksinya berapa banyak oleh para saksi, kan belum. Yulianis (mantan anak buah Nazaruddin) menyebutkan juga, yang masuk penjara kan kita tahu siapa-siapa,” kata dia, dalam konferensi pers di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/3/2021).
Seperti yang dikatakan Nazarudin adanya uang US$ 450.000 yang diserahkan kepada Ibas. Uang itu berkaitan dengan proyek wisma atlet SEA Games di Palembang. “Pertama niatnya untuk dikasih terkait Hambalang, tapi karena Rosa enggak dapat Hambalang, jadi uang itu di-compare ke wisma atlet. Nilainya hampir Rp 20 miliar, salah satunya ke Alex Noerdin sekitar Rp 1 miliar, terus ada juga uang itu diserahkan di (Hotel) Kempinski 450.000 dollar AS ke Mas Ibas,” kata Nazaruddin seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus wisma atlet SEA Games di gedung KPK, Rabu (8/10/2014).
Nazar dimintai keterangan sebagai saksi bagi tersangka Rizal Abdulllah. Selain uang 450.000 dollar AS, Nazaruddin kembali menyebut Ibas menerima uang 200.000 dollar AS. Uang 200.000 dollar AS ini diserahkan di ruangan Ibas di Gedung DPR. “Terus ada juga proyek SKK Migas yang PT Saipem itu miliknya Mas Ibas,” ujar dia.
Banyak saksi yang mengatakan Ibas menerima dana dari proyek mangkrak, tapi hingga kini tak tersentuh hukum dan bernaung di balik partai keluarga. Kader lain yang pernah mencicipi uang haram itu telah merasakan dinginnya ruang jeruji, semenatara Ibas yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Demokrat menghirup udara segar bahkan menjadi raja di Partai Demokrat. Seperti Godfather dalam dunia mafia yang tak tersentuh hukum.
Akankah KPK membuka kembali kasus ini dan anak bungsu pepo diusut tuntas? Bisa saja, jika ada bukti-bukti baru yang cukup kuat. Karena KPK bekerja pada koridor penegakan hukum. Bukti sudah ada, dan Ibas terbukti melakukan korupsi, maka bukan hanya bolos dalam rapat di DPR tapi tak akan hadir untuk waktu lama di gedung megah tersebut. Partai keluarga ini pun akan semakin terpuruk.
Kasus Hambalang menjadi awal kejatuhan partai berlambang bintang mercy, turunnya perolehan suara Demokrat setelah beberapa kadernya terseret kasus Hambalang. Dari 20,4 persen pada Pemilu 2004, suara Demokrat terus berkurang hingga tinggal 7 persen. Bagaimana nasib Demokrat di Pilpres 2024? Kita lihat nanti, apakah permainan politik kotor yang sedang dilakukan Demokrat saat ini dapat mendongkrak elektabilitas partai atau malah semakin menukik?