Formula E semakin banyak masalah, di luar maupun masalah di internal. Dari luar kita, bisa dilihat bahwa proyek ini memiliki sejumlah kendala, sponsor hingga kini belum ada, tender gagal, tidak transparan, anggarannya besar, dan Anies sebagai gubernur bungkam diikutin bawahannya.
Dari internal pun memang sudah banyak yang mundur teratur.
Pada Agustus 2021, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto dikabarkan mengundurkan diri. Tak diketahui secara pasti apa yang menyebabkan dia mundur.
Kemudian diikuti oleh Project Sportainment JakPro, Muhammad Maulana, mengundurkan diri dari JakPro. Maulana sendiri terlibat dalam penyelenggaraan Formula E Jakarta.
Dan yang paung terbaru adalah Direktur Keuangan JakPro Yuliantina Wangsawiguna mundur dari jabatannya. Pengunduran diri Yuliantina dilakukan berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 13 Januari lalu.
Alasannya adalah soal kesehatan. Namun tidak dijelaskan secara rinci masalah kesehatannya.
Kalau banyak karyawan yang mundur dan diganti itu sudah biasa. Tapi kalau banyak petinggi yang mundar, itu beda cerita. Menggantikan petinggi di sebuah perusahaan, sebenarnya tidak sesimpel ganti karyawan biasa. Kalau ada karyawan yang resign, tinggal rekrut lagi yang baru lewat lowongan pekerjaan baru. Banyak yang bakal antre.
Kondisi luar biasa ini kemungkinan besar ada kaitannya dengan Formula E.
Dan pemikiran ini membuahkan satu pertanyaan yang mungkin sulit terjawab. Ada apa dengan Formula E? Ada apa dengan Anies?
Kalau dilihat secara awam, Formula E ini memang banyak masalah. Sudah dikuliti habis-habisan soal anggaran dan hal lainnya, ternyata proyek ini masih bisa bertahan dan dilanjutkan. Meski digempur dengan berbagai fakta menyakitkan dan bikin jengkel, Formula E seolah tidak begitu terganggu.
Formula E memang pasti akan dilaksanakan. Soal sukses tidaknya, kita lihat saja nanti. Bisa jadi pelaksanaannya sukses, bisa saja jelek kayak sumur resapan yang dikerjakan asal-asalan.
Tapi tidak bisa dipungkiri kalau Formula ini adalah bukti betapa parahnya Anies. Membuang anggaran dalam jumlah yang tak semestinya. Di kota lain, biaya lebih murah sedangkan Jakarta yang baru pertama kali malah keluar anggaran lebih mahal.