Ternyata saat ini organisasi yang mengaku sebagai tempat berdonasi malah menilep uang yang berikan umatnya. Semua ini terjadi setelah pemberitaan Majalah Tempo yang membahas soal dugaan penyelewangan dana donasi publik.
Uang sumbangan atau dana yang dikumpulkan masyarakat diduga digunakan untuk memenuhi gaya hidup petinggi ACT hingga memenuhi kebutuhan hidup keluarga petinggi ACT tersebut.
Dalam pemberitaan tersebut, salah satu pengeluaran tertinggi ACT digunakan untuk menggaji pendiri dan mantan Presiden ACT yang jumlahnya mencapai Rp 250 juta perbulan.
Pejabat senior vice president mendapat gaji Rp 200 juta, vice president digaji Rp 80 juta dan direktur eksekutif mendapat gaji Rp 50 juta.
Bukan hanya itu saja. Para petinggi yayasan juga diberi fasilitas yang sangat mewah yaitu kendaraan dinas seperti Toyota Alphard, Honda CR-V hingga Mitsubishi Pajero Sport.
Belum cukup sampai di situ. Mantan Presiden ACT dikabarkan juga menyalahgunakan dana ACT untuk membayar DP rumah hingga membeli perabotan.
Uang umat yang jumlahnya miliaran, yang harusnya disalurkan untuk donasi, tapi dipakai sebagian untuk kebutuhan besar para petingginya, yang konon jauh lebih besar gajinya ketimbang direktur atau komisaris di BUMN. Kurang gila apa, coba?
Apalagi donasi berkedok agama, ini ibarat bisnis gurih yang tidak pernah mati dimakan zaman.
Masih ingat berita di mana kelompok teroris sebarkan 2.000 kotak amal di Lampung, yang konon bisa mengumpulkan hingga Rp 70 juta per bulan? Dana yang dihimpun digunakan oleh mereka untuk memberangkatkan kadernya ke negara konflik, seperti Afghanistan, Suriah, dan Irak dan dilatih kemampuan militernya hingga menjalin silaturahmi dengan kelompok radikal.
Ada berita seperti ini kadrun tiba-tiba diam hahaha….Makin keliatan arahnya kemana.