Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI) sekaligus Ketum Partai Demokrat AHY terbang ke Jerman menyusul SBY untuk menghadiri forum dialog, di antaranya forum Club de Madrid dengan tema ‘Leading in a World of Converging Crises’ di Bertelsmann Representation ‘Unter den Linden 1’, Berlin, Jerman.
Forum dialog tahunan ini dihadiri oleh SBY, Menteri Keuangan Jerman Christian Lindner, Menteri Negara di Kantor Luar Negeri Federal Tobias Lindner, dan Presiden Badan Lingkungan Hidup Jerman Dirk Messner. Forum dialog diselenggarakan dalam rangka merespon berbagai ancaman isu global seperti krisis pangan, energi, keuangan dan juga perubahan iklim.
Ternyata SBY salah satu inisiator dari terselenggaranya acara ini.
“Sebagai lembaga think tank, TYI harus turut ambil bagian dalam upaya perbaikan dan menjaga perdamaian, stabilitas dan keamanan dunia,” kata AHY.
Sebelum dia berangkat ke Jerman, AHY melakukan pertemuan dengan petinggi Partai Nasdem dan PKS jelang deklarasi Koalisi Perubahan. AHY bertemu dengan Anies, kemudian menggelar pertemuan tertutup selama 2 jam dengan Surya Paloh.
Saat di Jerman, AHY membuat beberapa cuitan. Dia mengunggah kebersamaannya dengan SBY, mengaku berdiskusi tentang situasi ekonomi Indonesia untuk mencari solusi.
“Pagi ini waktu Hamburg, Jerman Saya berdiskusi dengan Pak SBY dan beberapa sahabat di PD tentang situasi ekonomi tanah air dan mencari solusi terbaiknya untuk rakyat,” katanya.
Rakyat? Rakyat yang mana? Seolah mereka sudah merasa sebagai presiden sehingga mau memikirkan solusi buat rakyatnya.
Ini membuat kita teingat dengan Ibas yang pernah berkata, Wahai rakyatku…’ Memang mereka ini sangat bernafsu dan terlalu kebelet untuk menjadi pemimpin, tapi tidak pernah kesampaian. Rakyat tidak akan sudi. Rakyat sudah tahu bagaimana Demokrat yang asli saat berkuasa dulu.
Lagipula ngapain turun gunung sampai ke Jerman untuk membahas situasi ekonomi di tanah air? Kalau mau cari solusi, silakan jadi presiden dulu, itu pun kalau bisa jadi presiden. Jadi wakil presiden saja sudah berat setengah mati.
Mau diskusi aja jauh amat. Sekalian aja diskusi di kutub selatan, biar lebih keren dan anti-mainstream.
Mungkin lebih baik membahas strategi bagaimana caranya agar AHY bisa jadi cawapres dan mencari cara bagaimana agar bisa menang pilpres. Tidak usah mencari solusi buat rakyat. Sudah ada presiden Jokowi yang memikirkannya.
Jangan main presiden-presidenan. Kalau mau jadi presiden, silakan ajukan diri jadi presiden di Jerman, mumpung di sana tidak ada presiden. Siapa tahu ekonomi Jerman bisa meroket, dan krisis energi akibat pasokan gas dihentikan oleh Rusia bisa teratasi. Paling nanti teriak prihatin dengan wajah sedih, tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa, tak bisa kerja.
Banyak komentar yang lagi-lagi menyerempet soal Hambalang. Benar-benar tragis. Keluarga satu ini memang sudah identik dengan Hambalang dan kata ‘mangkrak’. Tidak ada komentar-komentar bagus tentang keluarga ini. Ini seperti brand yang sudah rusak nama baiknya. Kalau brand atau merk produk, masih bisa diganti namanya meskipun ribet juga. Tapi mengganti nama pribadi tidak semudah ganti nama produk dan logo. Itu pun hasilnya percuma. Narasi mangkrak akan terus menghantui keluarga ini seumur hidup.
Memang bagusnya AHY bahas bagaimana cara agar Hambalang bisa dibangun kembali dengan duit sendiri. Kalau berhasil, mungkin elektabilitas bisa meroket ke atas mengalahkan Ganjar, hehehe.
Ketimbang sibuk membahas situasi ekonomi tanah air, lebih baik pusingkan soal peluang AHY jadi cawapres. AHY belum aman 100 persen. Ada Aher yang jadi saingan. Nasdem juga lebih suka cawapres non parpol agar fair tidak ada partai yang mengusung kader sendiri.
Lebih baik pusingkan diri sendiri. Diri sendiri aja belum tentu lolos jadi cawapres. Tak usah pusingkan negara ini. Takutnya masalah makit ruwet, makin banyak yang mangkrak. Negara ini sudah lebih baik sejak Jokowi jadi presiden. Negara ini baik-baik saja. Bahkan peluang resesi di negara ini juga cukup kecil dan dampaknya tidak akan sebesar di Eropa atau Amerika. Indonesia juga baru-baru ini resmi masuk sebagai negara ekonomi terbesar peringkat tujuh.
Kalau Demokrat masih berkuasa saat ini, belum tentu Indonesia bisa sehebat sekarang.
Bagaimana menurut Anda?