Sungguh sangat memalukan makhluk yang satu ini. Katanya seorang ilmuwan sociologist & Researcher serta Master of Sociology UI, tapi kok gaya bahasa yang digunakan dalam sebuah tulisan di twitter, tidak mencerminkan itu.
Apakah beliau ini sudah rabun matanya? Atau memang perbendaharaan katanya banyak didominasi oleh hal-hal yang berbau “Malu?” atau banyak dilingkupi perbendaharaan kata yang berhubungan dengan alat vital? Sehingga merasa terangsang begitu?
Kata “Malu” ini kalau ditambahkan awalan “Ke” dan akhiran “An” maka akan menjadi kata “Kemaluan.”
Sebagian besar pemirsa pasti tahu apa itu kemaluan. Lalu kalau seorang yang mengaku professor sosiologi itu menulis sebuah twit dengan kalimat seperti ini :
“Perang survei. Ada lmbg survei sbt Nasdem nyungsep (tersungkur) pasca capreskan Anies. Ada pl yg sbt Nasdem melijit pasca Capreskan Anies. Anies tertinggi elktbillts. Dsr sy mnlai fnmn sosial. Lautan mnsia jembut Anies di setiap daerah, mustahil tdk beri efek elektabilitas.” Tulis akun @musniumar
Memang twitter itu memaksa penggunanya harus menulis yang singkat-singkat saja sehingga ketika menulis panjang maka harus banyak yang disingkat-singkat agar tersampaikan apa yang dimaksudkan.
Padahal untuk hal seperti itu bisa diakal-akalin. Seseorang bisa menulis twit berseri, atau juga tulisan dalam bentuk gambar juga bisa. Atau kalau memang malas aja, maka disinilah para pengguna harus dituntut kreatif menyampaikan pesan dengan seminim mungkin tulisan namun apa yang disampaikannya jelas, padat dan mudah dipahami.
Apa yang ditulis si Musni Umar ini sangat blepotan, sehingga wajar saja kalau beliau ini sering ditertawakan, banyak netizen ngakak berjemaah.
Musni Umar mungkin keseringan menulis kata-kata itu, sehingga otomatis masih tersimpan di perangkatnya. Jadi keyboard di smartphone itu menyarankan apa yang telah ditulis. Jika pernah menulis jembatan, maka muncul kata itu. Jadi kemungkinan besar Musni Umar ini pernah menulis kata jembut? Mmhh… jangan-jangan doski ini hobby dengan jembut? Hobi mera-raba gitu?
Dari kata jembut ini, para pemirsa pun bisa berkhayal kemana-mana. Yang tadinya ada sebuah kata yang bagus berada di kepala, kini turun di area bawah perut dan berubah menjadi kata “Jembut”. Jangan-jangan ini sebuah kondisi dari orang-orang yang otak di kepalanya itu turun posisi menuju area bawah perut? Astaga astaga, pemirsa jangan ketawa ya, dosa loh. Wkwkwkwwk.
Mungkin saja Musni Umar ini tergesa-gesa menulis twit-nya sehingga tidak cermat memperhatikan kata. Kemungkinan besar, kebencian Musni Umar yang sudah berada di alam bawah sadarnya, menjadi pemicu ketergesa-gesaan itu.
Biasanya kalau orang yang jiwanya penuh kebencian, sulit dalam posisi stabil atau sabar. Orang-orang yang intelektualitasnya agak jeblok, bisa jadi jiwanya sangat sulit dewasa, sehingga sangat mudah membuat kesalahan dalam bertutur kata.
Kalau dibaca kembali cuitan Musni Umar ini yang melibatkan kata “Jambut” lalu diikuti nama Anies, maka akan menjadi “….jambut Anies di setiap daerah…” Dengan begini, pemirsa mungkin saja akan bilang “Busyet…. jembut Anies ada di setiap daerah, bikin malu-maluin aja ini orang… “
Tapi memang sih, Anies sudah membuat malu di dunia perpolitikan negeri ini, hanya saja Anies memang tidak punya malu, bahkan mendapatkan julukan bapak politik identitas pun, Anies masih pede pencitraan.
Entah kenapa ya, banyak pendukung Anies yang kebangetan pintarnya, sok pede dukung orang yang tidak bisa kerja, merasa memperjuangkan bangsa ini, ternyata bikin rusuh dan gaduh. Selama mereka ada dan reseh, maka selama itu pula selalu ada kegaduhan.
Para kadrun memang sangat koplak. Tapi itulah yang sangat disukai oleh Anies. Anies butuh orang-orang yang dungu memang. Soalnya kalau cerdas tidak mungkin mau memilih dan mendukung Anies. Hanya orang-orang dungu alias bodoh yang benar-benar mendukung Anies.
Apalagi selama satu periode jadi Gubernur di DKI, sangat jelas tidak ada kontribusi Anies yang signifikan, semua klaim juga tak ada manfaatnya buat warga Jakarta. Jadi kalau masih ada orang yang mendukungnya, berarti telah menggadaikan akal sehatnya alias dungu nan goblok.
Jadi itulah kenapa sebutan “Kadrun” akan selalu melekat. Selama para pendukung Anies masih eksis, maka selama itu pula kadrun masih ada.
Selama mereka mendukung Anies maka selama itu pula mereka tetap menjadi kadrun. Karena hanya kadrun yang suka sekali dengan orang seperti Anies.
Mendukung Anies, syaratnya cukup menjadi orang dungu. Bahkan partai yang tadinya merasa sebagai partai nasionalis yang pintar, karena mendukung Anies akhirnya jadi dungu, lalu berubah nama menjadi partai Nasdrun.
Kembali kepada loyalis Anies yang katanya professor itu tapi tulisannya begitu blepotan, Musni Umar. Ketika seseorang menulis, itu melibatkan akal pikirannya, pikiran ini sangat berperan penting.
Coba perhatikan orang-orang yang bermasalah jiwanya sehingga menulis kata-kata makian di sosmed, mereka ini adalah orang-orang yang di dalam pikirannya didominasi oleh hal-hal yang tidak beres itu alias negatif.
Misalnya saya beri satu contoh yang umum sudah sering terdengar, yaitu seseorang yang ketika jengkel langsung berteriak “K()nt()l”, kemungkinan orang ini di pikiran alam bawah sadarnya di dominasi hal-hal yang berbau K()nt()l tadi.
Jadi pertanyaannya, ketika Musni Umar menulis “….jembut Anies di setiap daerah… “ apakah Musni sedang membayangkan sehelai jembut yang jumlahnya banyak di area bawah perut? Atau jangan-jangan doi ini gemar film adults yang biasanya ada jembutnya juga? Wwkwkwkwkwkw….
Jadi begitu pentingnya mengisi pikiran ini dengan hal-hal yang positif, hal-hal yang sehat, dan biarkan hal-hal yang kotor sesuai tempatnya, semua hal ini bisa dinalar dengan logika berpikir yang sehat, sehingga ketika emosi bergejolak tinggi, masih bisa dikontrol sehingga tidak keluar sebuah kata-kata kotoran.