Anies jadi Gubernur dengan politik identitas. Politik yang begitu brutal dan kotor dimainkan. Soal kinerja Anies, sampai habis masa jabatannya, tidak ada yang diselesaikannya. Meski begitu, ia begitu pede, kemana-mana terus tebar pesona.
Hanya orang-orang cerdas yang melihat Anies dengan jelas siapa sesungguhnya dia. Betapa licik dan buruknya permainan politik yang telah dilakoninya. Dan Anies berusaha mau menghapus citra buruk itu dengan memasang wajahnya di baleho bersama Nasdem, tetap saja tak bisa dilupakan bagaimana brutalnya ia menari-nari di atas politik kotor itu.
Pilkada DKI 2017 yang sangat brutal itu tak bisa dilupakan begitu saja. Itu adalah sejarah yang sangat penting. Sejarah kelam yang harus menjadi pelajaran berharga. Jika tidak, maka kita akan seperti keledai yang jatuh pada lubang yang sama.
Tentu saja kita ini bukan keledai, kita adalah bangsa yang mau berjuang dan bekerja dengan baik-baik tanpa diganggu oleh masalah-masalah SARA. Kita sudah muak itu! Kecuali memang para kadrun itu yang sangat suka dengan konflik atas nama agama.
Maka bagaimana pun, semoga Anies tidak akan bisa meraih kekuasaan lagi, semoga ia kembali saja ke dunia kampus. Karena di kampus ada banyak orang yang mau meladeninya beradu retorika. Sedangkan masyarakat kita tidak butuh retorika dan kata-kata, kita butuh pemimpin yang benar-benar membangun bangsa dan negara ini dengan penuh manfaat.
Jadi jika Anies sedang sibuk membangun citranya untuk menuju 2024, maka waspadalah, itu adalah agenda untuk merusak Indonesia secara lebih luas lagi. Bahkan bisa lebih mangkrak parah daripada era SBY. Apakah kita mau negara ini akan semakin terpuruk? Bahkan bisa jadi akan digadaikan ke negara luar? Ini kan sangat berbahaya.
Maka dengan demikian, orang-orang yang mendukung Anies adalah mereka yang rela negara ini hancur dan semrawut, bahkan mungkin saja mereka yang mendukung Anies itu telah berusaha menjual negara ini kepada pihak luar, bisa jadi kan? Dan para kadrun yang doyan dukung Anies adalah orang-orang yang mengimpor ideologi dari luar kan? Ini benar-benar bahaya.
Jadi begitu Pj Gubernur DKI Heru Budi Hartono menjabat dan langsung merombak formasi di jajaran BUMD, maka ini adalah suatu usaha perbaikan. Dan tentu saja, orang-orang yang mendukung Anies akan mempermasalahkan hal ini. Para pendukung dan loyalis Anies akan mencari-cari alibi atas perombakan itu.
Misalnya si Ujang Komaruddin dari Indonesia political review akan menilai bahwa langkah Heru itu bermuatan politis atau kental aroma politiknya. Tentu penilaian ini adalah subjektif belaka. Sebagaimana Anies ketika menjadi Gubernur, juga mengangkat orang-orang yang dinilai menguntungkan Anies. Bukankah ini juga muatan politis? Apa sih yang tidak dimuat dengan politik? Protes tentang perombakan yang dilakukan Heru, itu kan juga langkah-langkah politis. Usaha-usaha politis untuk tetap bisa mendapatkan jabatan, iya kan?
Dan terlihat jelas selama ini, para pembantu Anies tidak banyak berbuat untuk Jakarta, hanya memboroskan anggaran saja, bahkan TGUPP yang dibentuk pun sudah sangat terlalu gemuk. Dan ini jelas sangat kental aroma politiknya.
Jadi selama Anies membentuk bawahannya, ternyata tidak memberikan sumbangsih bagi kesuksesan Jakarta, maka wajar saja kalau Heru merombak itu semua demi tercapainya tujuan yang lebih baik, tujuan menjadikan Jakarta kota yang benar-benar membaik, Kota yang bisa membuat warganya bahagia dan kotanya maju benar-benar terwujud.
Untuk mencapai itu semua memang harus cepat mengambil keputusan, bahkan kalau keputusan itu membuat sakit hati orang-orang yang tidak kompeten, tetap harus dilaksanakan.
Dan banyak yang tidak kompeten selama ini yang telah diangkat oleh Anies. Maka pantas saja Jakarta tidak maju-maju selama Anies menjabat.
Bahkan banyak orang yang stress selama Anies menjabat di Jakarta, termasuk kadrun dan kadrunista yang ikutan stress. Coba lihat saja para mantan pendukung Anies, mulai dari Neno Warisman hingga yang lain semuanya pada stress, juga salah satu penulis mantan pendukung Anies yang pernah ngobrol bareng Ahmad Dhani juga ikutan stres, ia bahkan mengeluhkan kebobrokan Anies.
Branding yang digaungkan Anies pun hanya kata-kata belaka tanpa penerapannya alias Omdo. +Jakarta Kota Kolaborasi hanya kuat di pencitraan saja atau gaya-gayaan belaka. Dengan branding itu, Jakarta yang dipimpin Anies dahulu itu, tidak berpihak pada rakyat. Anies hanya menjadikannya tempat magang dengan berbagai kelebihan bayar dan juga tempat membangun citranya untuk kontes pilpres 2024 nanti.
Meskipun branding itu melibatkan berbagai ahli desain serta profesional di bidang tata kota, tetap saja janji-janji kampanye Anies yang dulu digembor-gemborkan, hasilnya NOL BESAR, alias tukang Prank rakyat, telah mengibuli rakyat, membohongi warga Jakarta.
Branding yang dilakukan Anies itu tidak ada hasil positifnya, sepertinya hanya menghabiskan anggaran saja, maka dari itulah, Heru pun menggantinya dengan kata-kata yang sederhana saja, tidak perlu kata-kata yang retorikanya terlalu mengawan-awan sok intelek ternyata ngibul.
Heru cukup menggatinya dengan kalimat sederhana tapi berusaha mewujudkannya, yaitu “Sukses Jakarta Untuk Indonesia” iya, karena kesuksesan Indonesia juga bisa dimulai dari Jakarta, yang masih menjadi Ibukota. Dan kesuksesan itu harus pindah ke Ibukota baru nantinya, karena itulah perlu kerja cepat dan nyata, bukan kata-kata yang penuh retorika tapi gorong-gorong dan sungai saja tidak dikeruk. Mmhh…dasar Anies.
Perlu diketahui bahwa, menurut Badang Kepegawaian Daerah DKI Jakarta, Maria Qibtya, bahwa seluruh pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pejabat atau pegawai pemerintahan di DKI Jakarta itu sudah sesuai dengan aturan. Pencopotan Sekda dan pejabat lainnya telah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 serta peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang manajemen pegawai negeri sipil.
Jadi mereka yang protes itu adalah mereka yang belum bisa move on.
Kenyamanan yang telah mereka rasakan selama Anies menjadi bos mereka, kini sudah tidak bisa dirasakannya lagi, makanya ngambet dengan berbagai dalih.
Keadaan ini mirip anak kecil yang dahulunya manja karena orang tuanya kaya, begitu orang tuanya sudah tidak sekaya dulu lagi, maka beberapa kenyamanan yang selama ini dirasakan pun jadi hilang.
Dan sudah pasti anak-anak seperti ini akan ngambek, dan mental mereka akan semakin tidak karuan. Jadi kebayang ngak bagaimana mental para loyalis dan pendukung Anies yang protes itu? Sudah uring-uringan. Sudah tidak ada lagi kelebihan bayar kan?
Jadi, yahh…biarin sajalah mereka, itung-itung harus ganti posisi deh, kan tidak selamanya hidup itu di atas, apalagi soal jabatan.
Jabatan itu hanya sementara, sebagaimana hidup itu juga sementara saja, jabatan itu tidak selamanya disandang, harus ada masanya. Maka sudah saatnya para kadrun harus ditendang dari lingkup Pemprov DKI. Indonesia harus maju dan sukses tanpa kadrun atau para pendukung dan loyalis Anies.