Jadi ada satu akun Twitter @NUgarislucu mengunggah potongan video di mana Anies bicara mengenai batik.
Ucapannya begini…
“Batik itu dipakainya kain bapak ibu. Batik itu dipakainya untuk sarung, tidak ada orang pakai batik untuk baju bapak ibu. Coba, diingat-ingat, nggak ada. Batik itu dipakainya untuk kain, lalu atasnya kebaya. Kemudian terjadilah pelanggaran atas pakem itu, kain itu yang dipakainya di bawah dipakai untuk baju dan ketika pertama kali digunakan orang menengok ini nggak sopan pelanggaran nggak ngerti pakem, diikuti banyak orang, sekarang jadi baju batik identitas Indonesia. Pelanggaran itu sekarang menjadi kebiasaan baru,” kata Anies dalam potongan video yang diunggah @NUgarislucu.
Anies kemudian membalas cuitan tersebut. Dia menggunggah versi lebih panjang dari video itu. Ada kalimat ‘Melanggar Pakem Asal mula batik digunakan sebagai baju’ yang ditambahkan dalam bagian awal video itu.
Berikut ucapan Anies dalam video itu.
Kemudian Anies membalas cuitan Akun ini dan membagikan video lengkapnya.
Saya tambahkan lagi.
“Bapak ibu, di bidang pendidikan mulailah pelanggaran-pelanggaran baru. Itu tapi, kalau kita terkunci dengan pakem dalam tanda kutip, maka nggak muncul kebaruan dan universitas swasta punya ruang terobosan lebih banyak dibanding yang lain. Ruang itu lebih besar untuk melakukan inovasi-inovasi sehingga muncul terobosan-terobosan dalam interaksi dalam proses pembelajaran,” katanya lagi.
Yang dipermasalahkan adalah konsep pelanggaran versi Anies. Padahal yang benar itu adalah inovasi yang biasanya berubah sesuai perkembangan zaman. Tapi menurut bahasa Anies yang super rumit, itu adalah pelanggaran atas pakem.
Makanya jangan terlalu kebiasaan bersilat lidah dan mengutak-atik kata. Kalau ngomong tuh biasa saja lah. Pakai kalimat-kalimat yang gampang dipahami oleh orang awam, bukan kalimat yang bikin bingung. Mau kelihatan pintar dan cerdas, malah jadi blunder dak dikritik banyak orang.
Inovasi tapi dibilang pelanggaran pakem? Saya paham maksud Anies. Inti yang mau dia sampaikan itu adalah perubahan. Tapi Anies menambahkan bumbu yang tak cocok. Ibarat masak nasi goreng, tapi ditambahkan asam. Rasanya jadi membingungkan.
Dengan bicara seperti itu, orang pikir seakan-akan melakukan inovasi itu harus melanggar pakem dulu. Batik dijadikan baju itu adalah contoh inovasi, bukan pelanggaran. Bicara kok rumitnya minta ampun.
Ketika ditanya, apa masakan favoritmu, misalnya nasi goreng. Ya sudah, cukup bilang nasi goreng. Titik.
Tapi Anies beda lagi. Dia mungkin akan mengajak kita bingung dulu. Dia bilang dia suka makanan yang terbuat dari nasi, lalu dimasak di kuali dengan menambahkan kecap manis, kecap asin, bumbu pelengkap, dimasak hingga warnanya kecoklatan, lalu disajikan di atas piring bersama dengan telur mata sapi setengah matang, lalu ditambahkan acar. Nasi goreng. Ribet amat hidup lu pak. Bilang aja nasi goreng kenapa sih?
Salah sendiri siapa suruh menggunakan kalimat yang multitafsir dan bikin bingung banyak orang. Jangan protes kalau orang bingung.
Anies pintar mengolah kata sedemikian sehingga sesuatu yang awalnya simpel malah dibikin jadi ruwet dan kusut seperti kabel listrik di Bangkok.
Pakai diksi pelanggaran, ya tidak cocok karena konotasinya negatif. Mau maksudnya bukan itu kek, tetap saja ini blunder Anies karena terlalu pintar bersilat lidah dan mengolah kata.
Inilah yang terjadi selama lima tahun dia menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta. Terlalu banyak menata kata, sehingga waktu bekerja hanya sedikit. Itu pun yang dia omongin, kebanyakan tidak dimengerti. Masa sih model begini mau dipercaya untuk memimpin negara ini?
Ini sama seperti saat Anies pidato tentang pribumi saat dilantik sebagai gubernur DKI. Ngelesnya macam-macam. Sebenarnya ini akibat dia terlalu pintar dan berpikir terlalu jauh saat bicara.
Pidato Anies kadang sering dibandingkan dengan pidato Jokowi. Pendukung Anies bangga Anies pidato tanpa teks dan bisa berbahasa Inggris. Sedangkan Jokowi sering pakai teks atau contekan dan bahasa Inggrisnya minim. Untuk apa dibanggakan kalau ngomongnya Anies itu muter-muter seperti bule tersesat dan kebingungan entah mau ke mana.
Coba tanya Anies kenapa memilih kata pelanggaran? Apakah mau kelihatan keren karena bisa menemukan istilah baru seperti korupsi yang diubah maknanya jadi kelebihan bayar?