Kalau ingat JIS maka jangan lupakan obsesi Anies untuk menjadikannya monument keberhasilan dia membangun Jakarta. Namun alih-alih mendapatkan apresiasi, setelah menganggap pembangunan stadion kebanggaan Anies itu rampung, dan bahkan diresmikan dengan mengundang banyak artis, kini mulai menuai kecaman.
Komentar paling menohok adalah terhadap anggapan, JIS hanya cocok untuk perhelatan reuni komunitas pendukung Anies, tak lain Alumni 212. Kenapa demikian, karena mereka niscaya hepi-hepi saja jika terpaksa harus berjalan kaki jauh menuju lokasi perhelatan. Tidak seperti penonton konser atau sepak bola, karena mereka hanya berharap semua serba siap dan datang untuk menikmati suguhan mata.
Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali, memberikan kritik pedas pada PSSI. Sebab, PSSI menilai infrastruktur Jakarta International (JIS) belum layak menggelar laga internasional. Akmal Marhali mengatakan, JIS adalah stadion berstandar FIFA. Jadi, berbagai infrastruktur JIS pastinya sesuai dengan standar agar bisa digunakan untuk berbagai ajang internasional.
Kita tidak tahu apakah Akmal pernah melihat fasilitas pendukung JIS dengan mata sendiri atau hanya menilainya dari klaim si bapak politik identitas itu? PSSI yang menurunkan tim inspeksinya, pasti mereka serius menelisik, apakah lokasi ini sesuai dengan klaim yang diberikan inisiatornya?
Dan ketika faktanya membuktikan hal yang tidak kompatibel, apa mau pura-pura tidak tahu? Yang terjadi kemudian, tentu mendatangkan masalah di ajang yang bahkan akan disorot dunia internadional. Lain halnya jika pertandingannya dilakukan tanpa penonton, layaknya di masa pandemi. Niscaya kita betah-betah saja melihat pemain dari layar monitor. Persoalannya, apa mungkin di sisa hidup kita harus merasakan suasana seperti itu terus menerus, sehingga stadion yang dibangun sekedar tongkrongannya yang aduhai? Tidak Ferguso!
Seperti diulas tuntas aktifis media sosial Eko Kuntadi, keterbatasan JIS yang paling memprihatinkan, karena desainer tampaknya terlalu fokus kepada isu fungsional stadion, yang penting lapangan dan tribun penontonnya selesai secara penuh, titik.
Lalu bagaimana pengunjung akan dimanjakan dengan fasilitas parkir yang memadai? Mungkin masalah yang dianggap receh seperti itu, sungguh di luar perhitungan penggagas. Maklum, awalnya ketika Jokowi menginisiasi pembangunan stadion BMW, yang kemudian diklaim Anies sebagai mahakarya dirinya, lapangan itu diproyeksikan untuk markas Persija semata.
Barangkali karena halu berlebihan menerpa sang mantan, jadinya seperti anti klimaks. Bukannya penghargaan, justru kecaman yang didapat. Oh My God.