Kalau kita sebut dua hasil karya yang terlihat di era Anies Baswedan, maka kita bisa sebut Stadion JIS dan Formula E.
Ok, saya flashback dulu.
JIS ini adalah sebuah karya kebanggaan Anies tapi sekaligus cukup memalukan. Kalau dalam rating di dunia perfilman, istilahnya mixed review. Bagi pendukung Anies, JIS adalah bukti prestasi Anies sehingga dia layak jadi presiden. Bagi lawan politik Anies, JIS ini bukan sesuatu yang patut dibanggakan.
Di balik kemegahan JIS, ada banyak hal yang jadi senjata makan tuan. Baru usia seumur jagung, stadion ini sudah membuat banyak kejadian tidak mengenakkan.
Salah satunya adalah saat peresmian atau grand launching JIS. Pagar pembatas penonton roboh. Stadion yang katanya bertaraf internasional, katanya mirip Old Trafford di Manchester atau Camp Nou di Barcelona, tapi belum apa-apa uda ada bagian yang roboh.
Anies yang saat itu tidak mau kehilangan muka, langsung mengolah kalimat agar kejadian itu bukan masalah yang perlu dipusingkan. Dia bilang kejadian itu sebagai bagian dari proses belajar, bahkan menyamakan kejadian itu dengan analogi tumbuh gigi. Jangan tanya saya apa korelasinya, karena saya juga gak paham apa yang dia maksud.
Selain, PSSI juga pernah menilai JIS belum layak jadi lokasi digelarnya pertandingan FIFA Matchday. Alasannya cukup banyak yaitu area parkir, akses jalan menuju stadion, area drop off tim, hingga perimeter tribun diklaim belum sesuai standar. Selain itu ada masalah di lahan parkir, yang mana cuma bisa menampung 800 mobil. Pintu masuk stadion cuma satu sehingga dianggap tidak nyaman kalau terjadi apa-apa.
Dan memang ternyata JIS tidak layak. Itu baru ketahuan saat konser Dewa 19 selesai dan penonton mau pulang. Akses transportasi susah setengah mati. Ada yang luntang-lantung tunggu shuttle sampai jam 2 pagi. Bahkan ada yang harus numpang mobil damkar untuk pulang.
Makanya promotor yang sudah terbiasa bikin acara konser kelas internasional tidak akan mau bikin acara di JIS karena terlalu banyak masalah yang bisa bikin semuanya berantakan.
Dengan banyaknya masalah terkait JIS, wajar kalau tidak ada banyak acara yang digelar di sana. Jangan harap bisa gelar pertandingan sepakbola kelas internasional atau acara konser megah. Infrastruktur tidak memadai, kalah jauh dengan GBK yang sudah langganan jadi lokasi acara besar. Kalau misalnya konser Blackpink atau Coldplay nanti diadakan di JIS, bisa kalian bayangkan gimana chaosnya.
Ditambah lagi, biaya operasional JIS sampai Rp 220 miliar setahun. Kalau JIS jarang sewa, bagaimana bisa menutupi biaya operasional itu? Ketua DPRD DKI bilang, babi ngepet aja gak bisa dapat segitu.
Jadi kesimpulannya, JIS dibangun Anies tapi hasilnya sia-sia. Banyak kekurangan sehingga jarang dipakai. JIS ini proyek yang salah satu tujuannya agar nama Anies meroket untuk kepentingan politik. Anies suka sesuatu yang megah, makanya JIS dia pamerkan ke mana-mana. Padahal aslinya banyak kekurangan dan justru menambah masalah seperti yang tadi saya jelaskan.
Mungkin karena inilah, saat acara deklarasi relawan di Tennis Indoor Senayan, Anies bilang jumlah peserta yang hadir melebihi perkiraan sehingga tempat tersebut terlalu kecil untuk menampung jumlah relawan yang ada. Dia berharap agar kedepannya Stadion JIS bisa digunakan oleh relawan, karena lebih besar dan sedang tidak digunakan.
Bayangin, JIS yang dibangun dengan susah payah, dengan anggaran sampai Rp 4,5 triliun dan 80 persennya dari pemerintah pusat, harusnya dipakai buat acara sepakbola, tapi sampai saat ini masih tidak maksimal. Dan sekarang JIS kayak turun kelas, dari stadion taraf internasional jadi tempat kumpul relawan Anies. Sungguh transformasi yang sangat memalukan. Saking tak ada yang pakai JIS, terpaksa dialihkan jadi tempat acara relawan Anies.
Buang uang untuk bangun stadion tapi fungsinya bukan kayak stadion. Harusnya Jakarta International Stadium diganti saja jadi Gedung Relawan Anies. Nama JIS terlalu keren kalau cuma dipakai untuk acara ibadah dan politik.
Tapi kita apresiasi langkah Anies yang mengusulkan JIS bisa digunakan relawan ketimbang stadionnya nganggur. Biaya operasional stadion sangat mahal. Kalau tidak ada yang sewa, bisa pontang-panting cari pemasukan sampingan.
Jadi begitulah kisah pembangunan JIS yang merepotkan banyak orang. Ketika bangunannya sudah jadi, juga merepotkan banyak orang. Anies bukan lagi gubernur, otomatis urusan JIS bukan lagi urusan dia. Anies mana peduli dengan itu, karena dia memang spesialis pemberi warisan masalah ke penerusnya.
Mungkin dia berharap, JIS bisa tenar dan banyak waiting list acara digelar di sana. Namanya bisa meroket sebagai salah satu yang berjasa membangun stadion itu. Tapi hasilnya mengecewakan. Begitulah akibat membangun sesuatu tanpa perencanaan matang, demi sebuah prestasi di politik.
Jadi teringat dulu Anies pernah sindir Ahok yang fokus bangun benda mati. Anies ternyata sama saja, ikutan bangun benda mati juga. Ngomong hebat di awal tapi endingnya sama bohongnya.
Bagaimana menurut Anda?