Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, menjadi perhatian publik setelah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Base Transciever Station (BTS) milik Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika, Kementerian Kominfo (BAKTI Kominfo).
Selain Johnny, Direktur Utama BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif, juga menjadi tersangka kasus dugaan korupsi BTS tersebut. Dilansir Populis.id dari Tempo, Anang mengaku ke penyidik bahwa ia sempat dimintai dana sebesar Rp500 juta per bulan oleh Plate.
Lewat pengakuannya, Anang mengungkap dirinya pernah bertemu Johnny di ruangan Menkominfo yang berada di Lantai 7 Gedung Kominfo, Jakarta, sekitar awal 2021 lalu.
Di akhir pertemuan tersebut, Plate kemudian bertanya ke Anang apakah Kepala Bagian Tata Usaha Kominfo, Happy Endah Palupy, sudah menyampaikan sesuatu kepadanya. Anang yang belum mengetahui maksudnya itu pun bertanya hal apa yang dimaksud oleh Plate.
Plate lalu menjelaskan terkait dengan dana operasional tim pendukung menteri. Saat itu, ia mengatakan, “Sebesar Rp500 juta setiap bulan untuk anak-anak kantor. Nanti Happy akan ngomong sama kamu.”
Beberapa hari kemudian, Anang bertemu dengan Happy sekaligus meminta waktu untuk mencari solusi mengenai permintaan dana operasional itu. Anang menyebut ia akhirnya meminta bantuan ke Komisaris PT Solitechmedia Synergy, Irwan Hermawan.
Anang mengungkap dirinya memberikan kontak bawahan Plate untuk mengurus pemberian dana operasional itu.
Baca Juga: Ngaku Temuin Warga Tanpa Kamera, Eh Momen Anies Nyusruk ke Got Diungkit Netizen: Kebanyakan Dadah-dadah Depan Kamera Sih, Nyemplung Kan..
Pada Februari 2021, Anang pun bertemu lagi dengan Plate di ruangan menteri. Saat itu, eks Sekjen Partai NasDem tersebut kembali bertanya soal dana operasional tim pendukung menteri. Namun, Anang merasa hal itu seharusnya sudah beres.
Meski begitu, Anang mengaku tidak tahu apakah dana operasional itu sudah diberikan atau tidak ke Plate.
Sementara itu, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, sudah menanggapi adanya isu tersebut. “Ada pengakuan (minta setoran) Rp 500 juta, kerugian (keuangan negara) Rp 8 triliun. Kalau enggak ada bukti, kami masih menerapkan asas praduga tak bersalah,” tuturnya lewat konferensi pers di NasDem Tower pada Rabu (17/5/2023).
Surya Paloh menambahkan, “(Penelusuran) aliran dana itu bagus. Transparansi yang sesungguhnya. Periksa seluruh, dari ujung kiri dan kanan siapa yang terlibat. Kejagung bisa periksa kami tapi tak ada intervensi dari pihak mana pun. Kami totalitas mendukung pemeriksaan di NasDem.”